Halaman

Kamis, 05 Desember 2013

Pengakuan SBY dan Peta Korupsi Indonesia

Kolom Tamu     Dibaca :147 kali , 0 komentar

Pengakuan SBY dan Peta Korupsi Indonesia

Ditulis : Herwin Nur, 21 Oktober 2013 | 15:23

Negara Perusahaan
Kejujuran presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat pidato  dihadapan peserta APEC CEO Summit di Nusa Dua, Bali, Minggu 6 Oktober 2013, menarik untuk disimak. Jelang akhir pidato, SBY berujar : “As a final point, also in my capacity as the chief salesperson of Indonesia Inc.,”

Artinya, pernyataan SBY di mata awam bisa multi tafsir, multi makna. Selain bukan basa-basi, apakah mewakili kenyataan sejarah Orde Baru yang berlanjut ke era Reformasi.

SBY adalah Kepala Penjualan Perusahaan Indonesia  (Chief Salesperson of Indonesia Inc), negara dianggap perusahaan, makanya para penyelenggara negara memakai asas profit oriented. Imbalan pengabdian yang jauh di atas UMR dianggap kurang, tidak layak. Mereka kreatif untuk mengisi pundi-pundi dengan membelokkan aliran uang negara (APBN/APBD).

Dampak sebagai negara perusahaan, melahirkan dinasti politik sampai tingkat pemerintahan paling dasar/lokal (kelurahan). Otonomi daerah, sistem pemilihan umum kepala daerah  (pemilukada) berdampak pada provinsi atau kabupaten/kota basah menjadi ladang rebutan partai politik, sudah dikapling-kapling atau tempat praktek dinasti politik. Negara/daerah dirugikan, di pihak lain banyak pihak menikmati “keuntungan”.


Dampak Dinasti Politik
Dengan dalih hak asasi dan hak konstitusi, terjadi suatu daerah dikuasasi oleh satu keluarga besar secara turun temurun, walau resmi melalui mekanisme pemilukada. Tercatat, dampak dinasti politik (Republika, Sabtu, 19 Oktober 2013) :

Dampak negatif : Memperkuat kepentingan keluarga lewat posisi politik. Membuka akses dan hak istimewa bagi keluarga dalam proyek pemerintahan. Merusak kompetisi, profesionalisme, dan keadilan dalam politik maupun bisnis. Keberpihakan kepala keluarga secara berkelebihan. Sikap oposisi kepada lawan-lawan politik dengan tidak sportif.

Dampak postif : Memiliki kultur dan pengalaman dalam bidang politik apabila dinastinya telah berlangsung lama. Mewarisi reputasi keluarga apabila dinasti politiknya memiliki citra positif. Mudah untuk menulusuri rekan jejak lewat keluarganya. Pengawasan dari publik bisa berlangsung sehat apabila dinasti transparan mempublikasikan anggota keluarganya yang berada di posisi politik.

Modus Korupsi

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) memetakan ada tiga lembaga yang paling korup di Indonesia yakni kepolisian, parlemen, dan pengadilan. Dari tahun ke tahun, ketiga lembaga ini terus mendapat  rangking tertinggi, dengan  peringkat yang kerap bergeser. 2012-2013, kepolisian menempati posisi nomor satu, maka pada periode 2010-2011 DPR menjadi lembaga terkorup nomor satu. Di tingkat ASEAN, DPR dikenal paling kreatif dan paling jago korupsi.  Itu terbukti sejak 2004-2013, KPK sudah menangani 65 anggota dewan yang korup.

Di era Reformasi terjadi pergeseran fungsi elemen trias poltika, bisa kita rasakan peran DPR lebih dominan dibanding peran birokrat. Model korupsi yang dilakukan  anggota DPR RI bersifat dinamis. Wakil Ketua DPR RI, Pramono Anung di Jakarta, Kamis (3/10/2013), mengatakan, dulu peta utama korupsi di DPR ada di Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pengawasan, sesuai dengan tiga tugas dan fungsi utama DPR yakni legislasi, pengawasan, dan budgeting.

Temuan Bank Dunia dan KPK adalah korupsi paling marak justru terjadi berkaitan dengan proses legislasi. Korupsi di Banggar DPR RI sudah jelas ada di tahap penetapan tingkat pertama, pembahasan dan penentuan APBN-P, pengangkatan pejabat publik, dan sebagainya.

Di bidang legislasi, peluang/potensi korupsi terjadi di tujuh tingkatan, mulai dari penyusunan proses legislasi nasional (prolegnas), harmonisasi undang-undang, penentuan dan pembahasan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah), pembahasan pembicaraan tingkat satu, pembahasan penolakan fraksi-fraksi, pembahasan pengambilan keputusan, dan pembahasan pengesahan sebuah rancangan undang-undang (RUU). (diolah dari sumber http://www.suarapembaruan.com 3-10-2013). (Herwin Nur/wasathon.com)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar