Halaman

Senin, 23 Desember 2013

Budaya Rivalitas antar Parpol Islam

Humaniora     Dibaca :338 kali , 1 komentar

Budaya Rivalitas antar Parpol Islam

Ditulis : Herwin Nur, 07 Oktober 2012 | 21:53

Rakyat Sadar
Rakyat menandai partai politik (parpol) Islam karena membaca ada label kata “Islam”, atau melihat simbol khas Islam sebagai lambang parpol. Elite dan kader parpol didominasi tokoh Islam yang sudah mereka kenal. Saat aksi unjuk rasa dan unjuk raga di jalanan, penonton TV melihat para pendemo memakai atribut dan busana Islam, seperti organisasi kemasyarakatan yang melakukan penggerebegan warung remang-remang.

Persepsi lain, acara sosial parpol berbasis agama Islam, menggunakan masjid. Parpol melaksanakan perayaan keagamaan dengan pembicara tunggal ustadz yang sedang naik daun, atau syiar Islam melalui pentas seni budaya. Rakyat merasa dilibatkan secara aktif, walau hanya sekedar hadir sebagai penggembira. Tanpa diminta rakyat akan hadir saat parpol bagi sembako gratis bagi rakyat msikin atau menggelar bazar murah.

Dalam skala harian sampai satu periode lima tahun, kemaslahatan apa saja yang bisa dirasakan rakyat dengan adanya berbagai parpol Islam. Manfaat langsung yang bisa dinikmati rakyat terkait pendidikan, kesehatan, pangan, sandang, papan. Rakyat sadar, di panggung politik berlaku asas ekonomi : modal minimal dengan keuntungan maksimal. Dogma, tidak ada sekutu abadi, tidak ada seteru sampai mati. Antar parpol Islam dilarang saling mendahului, tidak berlaku.

 
Hukum Politik
Umat Islam terjun ke rimba politik, sadar nantinya akan mengikuti hukum dan budaya setempat yang berlaku. Periode 1999-2004 parpol Islam gemilang melakukan adaptasi tingkah laku dengan lingkungan politik. Dampak pingitan, pasungan, belenggu, kebiri politik selama era Orde Baru terlihat nyata. Parpol Islam sudah menampakkan jati dirinya yang berorientasi pada kekuasaan. Antar parpol Islam dalam forum nampak bersatu, karena menghadapi lawan yang bisa mendominasi keputusan politik.

Di era SBY, warna politik parpol Islam semakin nyata dan mudah ditebak peruntungan mana yang akan dikejar. Koalisi parpol berdasarkan kepentingan politik sesaat berlaku di atas kertas. Kalkulasi politik untuk mengantisipasi 2014 menyebabkan parpol sudah meninggalkan hakekat dan kaidah bernegara. Semua parpol mengincar jabatan presiden. Pilpres 2014 sebagai ajang pertarungan bebas, generasi tua akan terjun kangsung ke palagan tanpa sungkan.

Menghadapi musuh negara yaitu perilaku korupsi atau tindak pidana korupsi, parpol Islam nampak setengah hati. Internal parpol Islam pun bisa terjadi konflik atau friksi, bisa jadi bumerang atau bahkan bom waktu. Parpol di parlemen terkotak-kotak dalam komisi, sehingga yang diikuti adalah rukun komisi.

Kesempatan tampil di media massa, khususnya acara TVswasta, termasuk running text, rakyat maupun konstituen (pemilih) sudah bisa melihat kiprah dan kinerja parpol Islam.

Kandungan Parpol Islam
Albert Einstein, seorang ilmuwan Yahudi pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” Ada dua kandungan makna saling terkait, pertama tentang pentingnya agama untuk melambari ilmu pengetahuan dan yang kedua perlunya ilmu pengetahuan dalam mempraktekkan sekaligus mengamalkan agama. Ilmu pengetahuan modern, atau yang belum ada pun, hakekatnya mengacu atau mensitir ayat-ayat Al Qur’an.

Sudah bukan jamannya lagi, terjadi dikotomi Islam Modern dan Islam Tradisional, sebagai dasar pembentukan parpol Islam. Parpol Islam jangan terjebak pada format politik nasional yang bersifat fluktuatif serta rentan terhadap intervensi kepentingan global.

Rivalitas bukan sekedar menjadi sang juara, bukan mencari predikat politikus jawara, bukan menuju kepala negara, sebagai semangat sinerji dalam menegakkan eksistensi Islam dalam tatanan dan format bernegara.(Herwin Nur/Wasathon.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar