Menemukenali Akhlak Diri
Riwayat
Kita acap mendengar dan membaca
siroh (perjalanan hidup) Rasulullah SAW bahwa akhlak beliau adalah Al-Qur’an.
Gelar “Al-Amin” dari penduduk Mekkah sebagai skenario Allah dalam
menyiapkan Muhammad untuk menjadi rasul. Bekal dan modal nabi berupa sifat :
shiddiq, amanah, fathonah dan tabligh
Kita sering menemukan kajian dalam
berbagai tema keagamaan, yaitu sabda abadi Rasulullah SAW : “Sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR Ahmad).
Kita jarang merasa tersengat
atau terinspirasi dengan sabda Rasulullah SAW : “Orang mukmin yang paling
sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR At-Tirmidzi).
Rambu-Rambu
Kita
akui, mayoritas dari kita sebagai pemeluk, penganut agama Islam karena faktor
keturunan dan faktor geografis. Stigma Islam KTP akibat dari tidak totalnya
kita dalam menjalankan perintah-Nya serta tidak frontalnya kita dalam menjauhi
segala larangan-Nya.
Kita mudah
terkecoh, jika melihat sosok, tingkah laku dan perbuatan islami yang justru
dilakukan oleh bukan orang Islam. Produk negara maju dan pemikiran yang
menguasai dunia datangnya dari otak non-muslim.
Kita rawan
tertipu oleh tutur kata ramah dan wajah jujur seseorang dalam urusan dunia,
baik dilakukan oleh umat Islam atau oleh umat lain. Mudahnya orang bersumpah
atau berjanji, mudahnya pula orang mengabaikan sumpah dan melupakan janjinya.
Kita
menghadapi berbagai dilema, karena hukum negara didominasi hukum barat, bukan
mengadop dari hukum Islam.
Ada Islam
keturunan, apakah ada akhlak keturunan? Apa metoda melacak bahkan mengukur kandungan
akhlak diri sendiri. Bagaimana mengidentifikasi atau menemukenali akhlak diri.
Islam telah menyuratkan
dan menyiratkan bahwa akhlak adalah karakter ciptaan (fabricated), bukan
karakter bawaan (al-khiim). Pokok-pokok akhlak yang baik dicantumkan
dalam Al-Qur’an surat An Nahl ayat 90 s.d ayat 100.
Berbagai keutamaan
akhlak yang disebutkan dalam 11 ayat di surat An Nahl, tidak semuanya sunah,
namun ada sebagian yang merupakan kewajiban. Begitu juga sebaliknya, yang
termasuk keburukan akhlak tidak semua makruh, namun ada juga yang haram
dilakukan.
Timbal Balik
Dalam pengertian harfiah, sebagian para ahli berpendapat bahwa
karakter mempunyai makna psikologis atau sifat kejiwaan karena terkait dengan
aspek kepribadian (personality). Akhlak atau budi pekerti, tabiat,
watak, atau sifat kualitas yang membedakan seseorang dari yang lain atau kekhasan
(particular quality) yang dapat menjadikan seseorang terpercaya dari
orang lain.
Dari konteks inipun, karakter mengandung unsur moral, sikap
bahkan perilaku karena untuk menentukan apakah seseorang memiliki akhlak atau
budi pekerti yang baik, hanya akan terungkap pada saat seseorang itu melakukan
perbuatan atau perilaku tertentu. (“MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA”,
Universitas Negeri Jakarta, 2010).
Kita mengenal busana muslim, yang diterjemahkan dalam busana
harian, busana kerja sampai busana ke masjid. Usai menunaikan ibadah haji,
memakai atribut haji sebagai penanda atau jati diri dan berhak menyandang gelar
haji.
Aktualisasi diri, mulai dari cara berfikir, bertutur, bertindak
maupun berbusana bisa menunjukkan kadar keislaman, yang secara langsung
merupakan gambaran nyata akhlak kita. Bahkan apa yang masuk ke perut kita, apa
yang kita saksikan sebagai bukti kadar akhlak kita.
Akhlak batin maupun jasmani, walau sebesar zarrah, yang kita
anggap bukan sebagai pemancing dosa, bisa berkembang bak bola salju. Ingat,
sabda Rasulullah SAW “Akhlak yang buruk merusak amal kebaikan,
seperti cuka merusak madu atau seperti api yang melahap kayu bakar.” (HR Ibn Majah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar