Humaniora Dibaca :202 kali , 0 komentar
Kebebasan Sipil Menjadi Bumerang Reformasi
Ditulis : Herwin Nur, 01 April 2013 | 19:07
Indeks Demokrasi
Salah
satu unsur untuk menjadi negara demokratis adalah adanya kebebasan
untuk menyatakan pendapat dan untuk berorganisasi, atau yang dikenal
sebagai Kebebasan Sipil (Civil Lliberties). Tingkat Kebebasan Sipil bersama Hak-hak Politik (Politic Rights) dan Lembaga-lembaga Demokrasi (Institutions of Democracy) bisa diukur dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).
Pada
kontek IDI, kebebasan sipil dibatasi pada kebebasan individu dan
kelompok yang berkaitan erat dengan kekuasaan Negara dan atau kelompok
masyarakat tertentu, dengan Variabel kebebasan sipil sebagai berikut :1)
Kebebasan Berkumpul dan Berserikat, 2) Kebebasan berpendapat, 3)
Kebebasan berkeyakinan, 4) Kebebasan dari diskriminasi. Term “Kebebasan berkeyakinan” dan “Kebebasan dari diskriminasi” tidak termasuk sub unsur negara demokratis.
IDI
2010 mengalami penurunan akibat meningkatnya eskalasi kekerasan dan
perlakuan tak adil terhadap kelompok tertentu, demikian hasil laporan
dari Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) bekerja sama dengan
sejumlah lembaga pemerintah. IDI 2010 (dirilis Desember 2012) sebesar
63,17%, menurun dari 67,30% pada 2009.
Penurunan
pada indikator Kebebasan Sipil 82,53% pada 2010 (menurun, 86,97% di
2009). Indikator Hak-Hak Politik 47,87% pada 2010 (menurun, 54,60% di
2009). Peningkatan pada Lembaga Demokrasi 63,11% di 2010 (naik, 62,72%
di 2009). Penghitungan IDI membutuhkan waktu yang panjang, sehingga yang
bisa diukur adalah data pada 2009 dan 2010. Untuk 2011 masih diproses,
sedang 2012 masih berjalan.
Penurunan
IDI bukan berarti Indonesia menjadi atau mengarah ke rezim yang
antidemokratik. Penurunan ini, yang disumbang terutama oleh angka-angka
Kebebasan SIpil dan Hak-hak Politik, terutama disebabkan oleh tuntutan masyarakat yang lebih tinggi terhadap kinerja pemerintah.
Kebebasan
sipil berada pada tingkat yang relatif sangat baik, dengan pengecualian
sejumlah tindakan kekerasan sektarian dan konflik agraria yang mendapat
sorotan luas, karena adanya penghilangan nyawa orang, pembakaran rumah
ibadah, dan sebagainya. Pemenuhan hak-hak politik warga membaik walaupun
masih terganggu oleh hak memilih dan dipilih yang bermasalah pada
pemilu nasional dan daerah. Kinerja lembaga demokrasi lebih rendah
dibandingkan kinerja pada aspek kebebasan sipil. Kinerja yang lebih
rendah ini salah satunya disumbang oleh masih rendahnya kapasitas dan
kredibilitas partai politik.
Demokrasi
Indonesia telah melewati babakan ujian tidak ringan sejak pemilu 2009,
sesuai unsur IDI, termasuk persoalan sengketa antar kelompok masyarakat
dalam kehidupan sosial politik dan konflik pasca pemilukada, ancaman
terorisme, persoalan partisipasi masyarakat sipil, maupun persoalan
fungsi parpol.
Demokrasi
masih mempunyai wajah ganda yaitu wajah tradisional dan wajah modern
sehingga setiap parpol akhirnya mempunyai strategi yang berbeda untuk
meraih dukungan di satu wilayah. Ada daerah yang rakyatnya masih
pragmatis menghadapi demokrasi dan ada yang sudah dewasa yaitu yang
tidak terpengaruh dengan kekuatan uang.
Keamanan Dalam Negeri
Keamanan
dalam negeri terus ditingkatkan terhadap berbagai tindak kriminal,
potensi konflik menjelang pelaksanaan pesta demokrasi 2014, kejahatan
konvensional seperti premanisme, pencurian dengan kekerasan,
penyalahgunaan senjata api dan bahan peledak, masalah perburuhan, terorisme, narkoba, perdagangan manusia, dan unjuk rasa yang berpotensi anarkhis.
Kondisi seperti ini memerlukan perhatian yang lebih serius dengan
langkah antisipasi yang lebih baik dan memadai. (sumber : Buku I Rencana
Kerja Pemerintah 2013).
Substansi Inpres 2/2013 tentang “Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Tahun 2013”, tentu akan beda dengan 2014. Tidak
ada jaminan konkret dari kepala negara dan kepala pemerintahan bahwa
operasi tidak akan mengurangi hak-hak yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun (non-derogable rights). [Herwin Nur/wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar