Halaman

Senin, 16 Desember 2013

Menuju Indonesia 44 Provinsi

Humaniora     Dibaca :328 kali , 0 komentar

Menuju Indonesia 44 Provinsi

Ditulis : Herwin Nur, 01 Oktober 2012 | 17:47

Anti Klimaks Sumpah Palapa
Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah menyusun Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) 2010-2025. Desartada menjawab ambisi daerah yang minta pemekaran, sekaligus mengendalikan syahwat politik terselubung, bahwa sampai 2025 hanya dibatasi hanya boleh ada 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB).

Dekade pertama Reformasi, khususnya 1999-2009 telah terbentuk 205 DOB yang meliputi 7 provinsi, 164 kabupaten dan 34 kota. Artinya, Indonesia secara adminstrattif terbagi menjadi 524 daerah yang terdiri atas 33 provinsi, 398 kabupaten dan 93 kota, tidak termasuk 6 daerah administratif di DKI Jakarta. Moratorium atau penghentian sementara, sejak tahun 2009, belum ada penambahan DOB. Ironisnya, tahun 2012 ini, DPR tengah memproses 33 calon DOB, terdiri atas 10 provinsi, 21 kabupaten, dan 2 kota.

Secara teoritis, pembentukan DOB bisa untuk menciptakan pemerataan pembangunan dan penyebaran penduduk. Dengan terbentuknya DOB, setidaknya akan ada aliran dana dari pemerintah dalam bentuk dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU) maupun dana alokasi khusus (DAK) yang mengalir ke daerah, membuka peluang kerja sebagai PNS, memunculkan kader dan elite parpol yang akan duduk di DPRD, terperhatikannya nasib putera asli daerah, sampai kemungkinan  meningkatnya eksistensi, jati diri dan identitas lokal.

Keutuhan NKRI Harga Mati
Menghadapi ulah negara tetangga, yang berbatasan langsung, emosi bangsa dan rakyat Indonesia mudah tersulut. Bisa terjadi satu persatu pulau, khususnya yang lokasinya sulit dijangkau, tidak berpenghuni apalagi tidak tersentuh pembangunan daerah, bisa diambil alih oleh negara asing, khususnya negara tetangga.

Penjajahan zaman sekarang tidak harus dengan pendudukan serdadu. Cukup dengan tekanan ekonomi dan politik, intervensi produk olahan dengan dalih pasar bebas dunia, provokasi manuver kapal perang, arus budaya bebas masuk tanpa disensor sampai sebagai tempat buangan sampah atau limbah mancanegara.

Bahaya disintegrasi terselubung perlu diwaspadai, Jika muncul raja-raja kecil yang membentuk dinasti kekuasaan dengan memanfaatkan sentimen putera asli daerah. Keutuhan NKRI terusik atau tergerogoti dari dalam. Potensi anak bangsa hanya untuk meraih kursi sebagai pimpinan rakyat atau wakil rakyat. Kecerdasan rakyat diperlukan untuk mengantisipasi disintegrasi dengan dalih demokrasi.

Harapan Rakyat
Bagi seluruh rakyat Indonesia, masih slogan, kecuali rakyat wajib menggunakan hal pilihnya saat pemilu. Rakyat  tidak pernah mempersoalkan siapa yang jadi bupati/walikota. Rakyat peduli apa yang tidak dikerjakan kepala daerah, sesuai janji kampanye. Contoh nyata, jalan berlubang, walau telah menelan korban, belum ada tanda-tanda perbaikan. Rakyat tidak sekedar bersaksi, akan bereaksi, kalau perlu beraksi turun ke jalan.

Bahasa rakyat penataan daerah adalah pembangunan untuk kepentingan rakyat. Dilema penataan daerah, yaitu meningkatkan kualitas dan potensi rakyat sehingga daya kreatif dan produktivitasnya mempengaruhi kesejahteraannya (pertumbuhan ekonomi untuk menggenjot pendapatan rakyat), yang sulit dicapai dalam satu periode 5 tahun, seperti halnya  peningkatkan daya beli masyarakat dengan meminimalisir biaya pendidikan, kesehatan, transportasi.(Herwin Nur/Wasathon.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar