Halaman

Kamis, 05 Desember 2013

Rumah Tangga Ladang Amal Menuju Syurga

Humaniora     Dibaca :576 kali , 0 komentar

Rumah Tangga Ladang Amal Menuju Syurga

Ditulis : Herwin Nur, 07 September 2012 | 11:40
Pemahaman Tentang  Rumah Tangga
Rumah tangga dalam Islam dimaksudkan sebagai wadah untuk tempat berteduh dan bernaung keluarga. Berfungsi sebagai tempat ibadah, sebagai tempat terwujudnya keluarga dalam suasana sakinah (tenteram) yang disempurnakan dalam mawaddah (cinta) dan warahmah (kasih-sayang). Sebagaimana yang disabdakan Rasululah saw : `baitii jannatii', rumahku adalah surgaku.

Syarat ber–rumah tangga, bisa diartikan pasangan suami-isteri (pasutri) sebelum melakukan proses pernikahan, sebelum melakukan Ijab Kabul atau akad nikah, telah memiliki rumah. Tangga sebagai tahapan dan babakan kehidupan yang akan dijalani keluarga.

“Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. [HR al-Hakim]. 

Rumah ibarat surga, yang dikelilingi kasih dan sayang, disemarakkan oleh pasutri dan anak keturunan yang sholeh dan sholehah. Hiasan rumah yang utama adalah isteri yang sholehah. Luasan hati seorang isteri akan memudahkan pasutri dan keluarga untuk memelihara surga yang separuhnya lagi. Untuk itu dituntut rumah tidak sekedar sebagai tempat berbagai kegiatan keluarga, tetapi sebagai pusat kegiatan keluarga yang berdampak.

Pada umumnya manusia melakukan kehidupan dan kesibukan duniawi dimulai dari bangun pagi sebelum fajar berkibar, beraktifitas sehari semalam, sampai fajar berikutnya. Dalam skala 24 jam melakukan dan mengulang kegiatan yang nyaris rutin, standar, tipikal, otomatis. Akankah kita juga akan melakukan dan mengulang kesalahan yang sama? Tepatnya, akankah kita secara tak sengaja menciptakan neraka di rumah? 

Suasana rumahku surgaku ditunjang dengan fungsi, materi dan bentuk rumah tinggal yang sesuai dengan berbagai persyaratan, khususnya pada pemanfaatan tanah atau lahan yang ada/tersisa.

Pencitraan Rumah
Rumah secara formal yuridis (UU 1/2011 tentang “PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN”) dan fisik dimaksudkan sebagai bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

“Rumah yang layak huni” adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan, serta kesehatan penghuni. 

Rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya memang harus dimiliki oleh setiap keluarga, sekaligus sebagai sarana pembinaan keluarga. Hak Asasi Manusia (HAM) menyuratkan bahwa setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.  

HAM juga menyuratkan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Pemanfaatan Lahan Terbuka
Mengacu UU 26/2007 tentang “PENATAAN RUANG”,  yang termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.

Model maupun modul, bahkan pedoman pemanfaatan kebun atau halaman rumah, untuk ditanami tumbuhan, tinggal pilih. Apa arti sebuah nama berlaku bagi kebun atau halaman rumah. Ada perbedaan mendasar antara rumah tinggal di kota dengan di desa, mempengaruhi pemanfaatan kebun atau halamannya.

Rumah Sebagai Ladang Amal
Bukan alasan kalau kita memiliki rumah dengan luas lahan minimal, terutama di daerah perkotaan, untuk tidak menyediakan ruang khusus sholat, terutama untuk sholat berjamaah. Keterbatasan lahan, bisa disiasati dengan membangun secara vertikal atau tingkat.

Mewujudkan rumahku surgaku, idealnya merupakan hasil perpaduan suasana islami dalam keluarga dengan pemanfaatan rumah berikut kebun atau halamannnya untuk tujuan kemaslahatan bersama.

Rumah sebagai pusat kegiatan keluarga yang berdampak internal terhadap pelaksanaan pembinaan keluarga dan berdampak eksternal bagi lingkungan tempat tinggal. Rumah sebagai ladang amal dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dan pranata sosial, kerukunan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta kepedulian antar umat.

Saran dan Tindak Lanjut
Pemanfaatan kebun atau halaman rumah sejauh ini  diintervensi oleh berbagai kepentingan. Berarti untuk membuat ruang terbuka hijau privat ada beberapa faktor yuridis formal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
Ketentuan sebagai bangunan gedung, dengan memperhatikan Koefisien Dasar Bangunan atau KDB, Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), dalam arti tidak semua tanah/lahan habis untuk rumah. Ruang terbuka diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan.

Tanah yang telah dipersiapkan untuk rumah sesuai dengan persyaratan dalam pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, pemilikan tanah; rencana rinci tata ruang; serta rencana tata bangunan dan lingkungan.

Pemanfaatan lahan pekarangan untuk tanaman produktif, tanaman hias, tanaman pelindung; tempat pembuangan dan pengolahan sampah pekarangan dan rumah tangga; tampungan dan resapan air hujan, air limbah keluarga ke dalam tanah; melindungi tanah dari kerusakan erosi.

Membatasi luas lahan yang terbangun atau tertutup perkerasan sebagai upaya melestarikan ekosistem, sehingga lingkungan yang bersangkutan masih memiliki sisa tanah sebanyak-banyaknya, yang diperuntukkan bagi penghijauan atau ruang terbuka, dan dapat menyerap/mengalirkan air hujan ke dalam tanah.

Jadi, untuk memasuki ranah reliji, kita juga harus melaksanakan hukum positif  serta memperhatikan kearifan lokal.(Herwin Nur/wasathon.com)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar