Humaniora Dibaca :188 kali , 0 komentar
Pasca Ramadhan, Sempurnakan Dengan Puasa Dan Amalan Syawal
Ditulis : Herwin Nur, 11 Agustus 2013 | 09:53
Ritual Religi
Fase 10 hari ketiga atau terakhir puasa Ramadhan, godaan dunia dengan dalih urusan Hablum Minannasatau tepatnya tradisi budaya maupun ritual religi mudik, bisa mengalahkan makna pahala Itsfunminannar (pembebasan dari Api Neraka) serta malam iktikaf. Salah satu keutamaan malam dari 10 hari terakhir adalah terdapatnya malam Lailatul Qodar, yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.
Rayuan makan besar di buka puasa terakhir, di Hari Raya Idhul Fitri 1 Syawal, pakai baju baru hadiri sholat Ied, menyebabkan kita sibuk, lupa dan lalai dengan 10 hari terakhir tersebut. Mengutamakan berburu baju baru serta menanak ketupat daripada menegakkan sholat dan taubat. Pemudik dengan ringan tangan memanfaatkan tabungan rupiah, yang diuber selama 11 bulan, untuk berbagai kebutuhan.
Umat Islam berikhtiar mempertahankan dan meningkatkan derajat takwa sebulan penuh dalam Ramadhan, mungkin ada yang tabungan pahala dan derajat takwanya bertambah, mungkin pula malah meninggalkan hutang. Allah Maha Penyayang dengan memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk melengkapi tabungan pahala puasa dan memantapkan posisi takwa di Syawal.
Masa Transisi
Nabi Muhammad SAW bersabda : "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim).
Jika "syawal" berarti peningkatan, maka sungguh tak layak jika kita malah mengalami penurunan signifikan selepas Ramadhan . 1 Syawal sebagai hari wisuda, Idul Fitri atau kembali ke fitrah (awal kejadian) akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah, diikuti dengan termaafkannya dosa dan kesalahan kita kepada sesama manusia, dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Bulan Syawal sebagai masa transisi, sebagai eveluasi diri, apakah kita sudah cukup modal serta siapkah kita mengarungi dan menarungi kehidupan dunia 11 bulan ke depan. Tak kurang yang merasa telah lepas dari beban berat pernik-pernik syarat sahnya puasa Ramadhan. Tak kurang pula yang kembali ke posisi awal dengan melanjutkan tradisi hariannya.
Pasca Ramadhan, diharapkan orang-orang beriman meraih derajat takwa, menjadi muttaqin. Di mata Allah, kemuliaan seseorang tergantung dan ditentukan oleh ketakwaannya, tersurat pada sebagian terjemahan (QS Al Hujuraat [49] : 13) : “. . . Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. . . .”
Banyak kemungkinan terjadi di awal Syawal. Di pergaulan hidup, kita yang sudah bersih jiwa, rohani, hati dan batin, mau tak mau akan menghadapi dan memasuki hitamnya dunia. Di tempat kerja, kita canggung dan bisa perang batin karena yakin dengan rutinitas kerja akan terjebak pada tindakan dan kesalahan yang sama.
Laku Istiqamah
Sejalan dengan makna Syawal, ikhtiar peningkatan adalah berangkat dari sikap istiqamah (teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang saleh). Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajaran-Nya, maupun berada pada jalan yang benar, sesuai ayat perintah (QS Al Huud [11] : 112) : “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
Aktualisasi sikap istiqamah dalam amal adalah dengan mengerjakan ibadah secara kontinyu, terus-menerus. “Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit.” (HR Bukhari dan Muslim)[Herwin Nur/wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar