Halaman

Senin, 02 Desember 2013

Hubungan Islam Dan Lingkungan

 Humaniora     Dibaca :50 kali , 0 komentar

Hubungan Islam dan Lingkungan

 Ditulis : Herwin Nur 25 November 2013 | 14:35

Membaca Ayat
Tidak salah kita belajar dari pengalaman orang lain ataupun percaya pada ungkapan “pengalaman adalah guru terbaik”. Acap manusia kalau tidak terjerembab, terbentur, tidak akan sadar telah salah langkah.

Agar manusia tidak sesal kemudian, Allah telah menyediakan untuk kita dua jenis ayat. Pertama, ayatqauliyah, adalah firman atau kalam Allah (Al-Qur’an) yang diturunkan secara formal kepada nabi Muhammad SAW. Kedua, ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat dalam bentuk segala ciptaan Allah berupa alam semesta dan semua yang ada di dalamnya.

Bahkan diri kita baik secara fisik maupun psikis juga merupakan ayat kauniyah, dijelaskan [QS Fushshilat (41) : 53] : “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Membaca ayat kauniyah, kita mengacu [QS An Nahl (16) : 78] : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”

Substansi “pendengaran, penglihatan dan hati” dimantapkan dalam beberapa surat lainnya, bahkan ada kondisi yang perlu kita cermati, yaitu [QS Al Baqarah (2) : 7] : “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.

Yang dimaksud “mengunci-mati hati dan pendengaran mereka” adalah yakni orang itu tidak dapat menerima petunjuk, dan segala macam nasehatpun tidak akan berbekas padanya.

Yang dimaksud “penglihatan mereka ditutup” adalah mereka tidak dapat memperhatikan dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari tanda-tanda kebesaran Allah yang mereka lihat di cakrawala, di permukaan bumi dan pada diri mereka sendiri.

Akal yang diciptakan Allah untuk berfikir dan mencari rahasia alam semesta yang indah dan penuh dengan ilmu pengetahuan yang harus dipelajari, digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia. Tanpa berfikir dan mempergunakan akalnya dan hatinya manusia tidak akan berkembang sesuai dengan fitrahnya.

Karena manusia sering lupa dan lalai dengan wajib syukur, Allah telah mengingatkan dalam [QS Al mulk (67) : 23] : “Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati." (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.”

Kembali Ke Alam
Manusia kurang bersyukur atas segala macam nikmat-Nya oleh berbagai sebab. Indonesia dengan musim hujan dan musim kemarau, menyebabkan dalam membaca ayat kauniyah, kurang peka dibanding dengan umat Islam di negara dengan 4 musim. Hujan dianggap hal yang lumrah sebagai hukum alam, jika curah hujan menyebabkan banjir, manusia hanya menggerutu, atau diyakini akibat penggundulan hutan. Daun gugur pun dianggap kejadian alam belaka.

Kehidupan dan kegiatan harian duniawi terjebak dalam ruang buatan manusia, bukannya tidak membawa dampak. Terhalang untuk membaca berbagai tanda kekuasaan-Nya dan membaca ayat kauniyah. Tidak merasakan hangatnya matahari pagi, karena bangun kesiangan.

Kepedulian terhadap lingkungan dengan membuang sampah ke sungai, atau sembarang tempat. Kepedulian antar umat, bisa dibaca saat di jalan, di pinggir jalan, di trotoar. Lahirlah istilah raja jalanan, setan jalanan.

Ketika gunung bicara, bumi bergerak, hati kita belum juga tergerak. Walau kita sering terperosok ke lubang yang sama, masih ada yang bisa dikambinghitamkan. (Herwin Nur/Wasathon.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar