Halaman

Kamis, 05 Desember 2013

Masih Pekahkah Kita dengan Teguran Allah?

Kisah Inspirasi     Dibaca :708 kali , 0 komentar


Masih Pekahkah Kita dengan Teguran Allah?

Ditulis : Herwin Nur, 17 Desember 2012 | 10:00
Kilas Balik
Nabi Muhammad saw sebagai Rasulullah pernah mendapat teguran langsung dari Allah ketika melakukan “kesalahan”, yaitu ketika Allah menurunkan surat ‘Abasa (Ia bermuka masam), khususnya ayat 1-10.

Dalam bentuk apa peringatan dari Allah, khususnya kepada umat Islam yang jauh waktu dan jauh tempat dari Rasulullah saw. Atau, Allah membiarkan umat Muhammad menumpuk dosa dengan bebas berbuat kesalahan sampai akhir hayat. Apakah ayat-ayat dalam Al-Qur’an akan terbukti di negeri ini. Apakah peringatan dari Allah bisa kita tangkap dengan pancaindera.

Intensitas kontak dan komunikasi dengan Allah bersifat individual, bisa dilakukan secara berjamaah, namun teguran dari Allah bersifat masal, menyeluruh, tanpa pandang waktu dan tempat, bahkan nyaris tidak tebang pilih. Teguran Allah akibat akumulasi kesalahan komunitas manusia yang sudah jenuh dan sampai klimaksnya, tanpa mengindahkan berbagai peringatan Allah sebelumnya.

Bencana nasional Tsunami yang menimpa Bumi Aceh, kota “Serambi Mekkah”, pada Minggu, 26 Desember 2004, menyisakan berbagai misteri yang tidak masuk akal. Dampak ditegur Allah, banyak pihak mulai sadar. Ironisnya, bahkan saling menyalahkan. Bencana Tsunami Aceh sebagai awal datangnya bencana. Berbagai bencana muncul, misal bencana sosial, politik, jurnalistik, hukum.

Segala kejadian di muka bumi merupakan ketetapan Allah Swt, bahkan kejadian yang kelihatannya sederhana, seperti yang tersurat dalam terjemahan [QS Al An’aam (6) : 59] : . . . . .,dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), . . . . . " Demikian pula, atau apalagi dengan musibah bernama gempa bumi.

Tanda Peringatan Dari Allah
Manusia ahli berbuat kerusakan di (muka) bumi, baik kerusakan benda maupun kerusakan yang tak nampak, namun dampaknya sangat dahsyat. Tanda keimanan seseorang yang semula di ambang batas bawah (yaitu mengetahui adanya perbuatan yang masuk kategori haram atau yang memancing dosa), turun ke bawah ambang batas terbawah (tidak mengetahui apakah hukumnya suatu perbuatan).

Orang yang minim ilmu melakukan kesalahan karena ketidaktahuannya. Apa jadinya kalau yang melakukan kesalahan adalah orang yang sarat ilmu. Misal, pelaku tindak pidana korupsi bukan anak kemarin sore, tidak dimonopoli kaum Adam. Modus bencana timbal balik dengan kecelakaan akibat human error. Banjir bukan karena tingginya curah hujan atau salah musim. Di sisi lain, pembalakan liar merupakan salah satu bentuk kegiatan ekstrem yang berdampak terjadinya bencana alam.

Bencana alam, akibat human error pun tidak bisa diprediksi. Gejala alam atau tingkah laku manusia, sudah sebagai tanda peringatan Allah. Tingkah laku manusia dimaksud berupa :

Tanda Dari Atas
Bisa dibaca dengan adanya : konflik antar penyelenggara negara, legislatif vs eksekutif. Buta politik : koalisi parpol, oposisi terselubung, orang mendirikan parpol untuk ikut pemilu. Budaya korupsi menjadi lagu wajib para wakil rakyat, menteri, kepala daerah, elit parpol, birokrat.

Tanda Dari Bawah
Pasal hukum hanya berlaku pada rakyat jelata. Rakyat memperjuangkan haknya atas tanah, pekerjaan malah jadi sasaran gebuk, umpan peluru. Pembagian sembako gratis memakan jiwa rakyat. Rakyat banting tulang demi perut sehari.

Tanda Dari Sesama
Konflik horizontal antar elemen masyarakat, bentrok antar kelompok masyarakat untuk kepentingan sesaat. Pemberitaan atau acara debat di media massa, khususnya TV sering kebablasan, seolah tidak ada kode etik jurnalistik.

Peringatan Allah apa lagi yang kita tunggu.(Herwin Nur/Wasathon.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar