Humaniora Dibaca :492 kali , 0 komentar
Salam Rindu Dari Allah
Ditulis : Herwin Nur , 01 Maret 2013 | 15:28
Dunia Tempat Ujian
Allah
telah memberi peringatan dini pada kita. 3 peristiwa telah terjadi dan
dampaknya bisa masuk sejarah peradaban bangsa, negara dan rakyat
Indonesia :
Pertama.
Bumi bersaksi dan bereaksi dengan amblesnya tanah megaproyek di
Hambalang, Jawa Barat. Kondisi ini menyiratkan bagaimana manusia
bersahabat dengan lingkungan, khususnya berbasis aspek fisik, moral dan
sosial. Terjadi koalisi saling memuluskan perjalanan aliran fulus,
saling menguntungkan.
Kedua.
Tertangkap tangannya sosok muda artis pengguna barang haram, di tempat
tinggalnya, jelang matahari terbit. Memanfaatkan waktu : muda, luang,
kaya, dan sehat sebagai acuan peringatan bagi semua umat. Kasus ini
mewakili generasi muda dan profesi modal tampang, aji mumpung, yang
tampil bebas tanpa batas.
Ketiga.
Mundurnya oknum ketua umum partai politik (parpol) penguasa negara
karena ditetapkan sebagai tersangka tipikor. Menjadi bagian dari gerbong
pemimpin nasional dengan bermain politik yang menghalalkan segala cara.
Parpol menjadi ajang persekutuan sekaligus perseteruan antara yang haq
dan yang bathil. Kasus ini representasi dari gaya hidup, gaul dan gengsi
politisi Islam, yang merasa nikmat di jalan sesat.
Kita bisa mengacu pada yang tersurat dalam terjemahan [QS Al Hadiid (57) : 20] : “Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang
melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, .. “
Kita
sudah terjebak pada permainan dan sesuatu yang melalaikan. Persaingan
hidup menyebabkan orang tidak saling mengingatkan akan kebenaran. Karena
rebutan kekuasaan, kekuatan dan kekayaan, manusia melalaikan makna
ukhuwah, apalagi untuk kemaslahatan umat. Mereka berlomba bukan untuk
berbuat kebajikan.
Ironisnya,
hanya terjadi di Indonesia, lebih besar berita daripada peristiwa. 3
kasus tadi, semakin diusut semakin kusut bukannya mengerucut. Semakin
dibahas, dikupas dan diulas, bukan semakain tuntas malah semakin bias.
Semakin banyak ahli dan pakar main dan adu akal semakin banyak orang
menyangkal dan membual serta saling menjegal. Semakin dibongkar, semakin
mengakar. Rakyat sudah cukup faham siapa berbuat apa. Pihak
berkepentingan merasa bisa mengatasi masalah dengan tangannya. Hukum
buatan manusia mendadak buta dan lumpuh, nyaris mati suri.
Nikmat Dunia
Jangan
heran, bangsa Indonesia melihat 3 kasus tadi hanya sebagai berita
ringan, sebagai hiburan selingan. Atau karena ada kasus lain yang lebih
spektakuler. Bagi awak media massa, kasus tadi menjadi multi manfaat.
Emosi rakyat diaduk-aduk dengan aneka ragam penayangan berita.
Susah dipungkiri, manusia bekerja seolah akan hidup selamanya. Banyak
orang yang larut dalam gemerlap dunia, gandrung kepada tipu dayanya,
terperdaya bujuk rayu nikmat dunia, menjadi budak dunia dan mencintai
syahwatnya, tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat
kematian dan panjang angan-angan.
Sebagian
orang bijak berkata, “Bagaimana bisa merasakan kegembiraan dengan
dunia, orang yang perjalanan harinya menghancurkan bulannya, dan
perjalanan bulan demi bulan menghancurkan tahun yang dilaluinya, serta
perjalanan tahun demi tahun yang menghancurkan seluruh umurnya.
Bagaimana bisa merasa gembira, orang yang umurnya menuntun dirinya menuju ajal, dan masa hidupnya menggiring dirinya menuju kematian.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 483)
Kebanyakan
manusia hatinya tetap baik jika diuji dengan kefakiran, sakit, musibah,
tetapi justru rusak jika diuji dengan kenikmatan, terjemahan [QS Al
‘Alaq (96) : 6-7] : “Ketahuilah!, sesungguhnya manusia benar-benar
melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.”
Apakah kita hanya menunggu batas sampai pesta demokrasi 2014, atau sapaan yang lebih jitu dari Allah. [Herwin Nur/wasathon.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar