Tempat Dan Waktu Di Depan Mata, Belum Tentu Milik Kita
Siang
Tutup
Ada perbedaan mendasar antara toko di Yogyakarta dan Manado yang
tutup siang hari. Pasca krisis moneter 1998, toko di Manado tetap tutup di
siang hari, karena penjaga toko butuh istirahat. Toko di Yogya melayani
wisatawan mancanegara jam buka santai. Tutup
jika emperannya dipakai pedagang lesehan (di Malioboro) di malam hari.
Orang Manado pada umumnya tidak mau kerja sebagai tukang di proyek
konstruksi. Lebih pilih kerja di kebon yang jam kerja luwes serta tempat yang
teduh. Semboyan hidup, walau krisis, walau resesi yang penting tetap resepsi.
Ke Rumah Sakit mendadak jadi warga miskin.
Penjajah Belanda melarang toko di Yogya buka siang hari, penduduk
dikondisikan agar istirahat siang. Jika siang bangun dikuatirkan diskusi soal
kemerdekaan, biar tidak berontak melawan pemerintah Hindia Belanda.
Ciri kesantunan orang Melayu, di mata orang asing, mudah
dininabobokan, senang disanjung, suka dipuji, gila hormat. Perjalanan waktu,
nyaris semua lapisan masyarakat menganut budaya instan.
Batasan
Waktu
Tempat dan waktu sebagai dimensi keempat, mengikat proses
terjadinya dan berakhirnya manusia. Membingkai kegiatan manusia, dalam rangka
ibadah maupun amaliah, sebagai ikhtiar melaksanakan Hablum Minallah, serta menjaga urusan Hablum Minannas dalam
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Waktu adalah emas sampai pengertian bahwa kita hidup
di dunia hanya sekedar mampir, berarti kita harus konsisten terhadap waktu.
kita simak [QS Al Mu'minuun
(23) : 114] : “Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di
bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui."
Satuan waktu terkecil yaitu detik sampai ukuran tahun. Walau
kehidupan seolah berulang dari subuh hingga subuh hari berikutnya, namun waktu
tak akan berulang. Ada kejadian urusan yang selalu berulang, mengacu [QS As
Sajdah (32) : 5] : “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi,
kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu."
“sebentar saja” dan “menurut perhitunganmu”, adalah
dalam ukuran waktu bumi.
2 ayat di atas bisa diartikan :
1 hari waktu akhirat = 1.000 tahun waktu bumi.
24 jam waktu akhirat = 1.000 tahun waktu bumi.
Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025, dengan
Angka Harapan Hidup diperkirakan mencapai 73,7 tahun. Artinya,
jika umur kita bisa sampai 73,7 tahun, jika dikonversikan ke waktu akhirat
ternyata kita hidup di bumi hanya selama = 1,7688 jam waktu akhirat.
Menyiapkan
Hari Esok
Banyak ayat Al-Qur’an yang meriwayatkan pergantian waktu malam dengan
siang, yang diperkuat sebagai tanda bagi orang yang berakal
untuk mengambil pelajaran. Memanfaatkan waktu bukan berarti kita harus selalu
tergesa-gesa, serba cepat untuk semua urusan.
Hidup kendati sebagai fungsi waktu, ada
rukunnya dan kita melaksanakan peran diri secara tuma’ninah. Walau waktu
besok belum tentu milik kita, bukan berarti kita pasif, mengikuti arus waktu
dan kehidupan. Allah mengingatkan kita, mengacu [QS Al Hasyr (59) : 18] : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.”
Kita wajib menyiapkan hari esok sesuai
waktu bumi maupun waktu akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar