pola
konsumsi politik rakyat vs nilai jual kawanan parpolis
Babakan kehidupan bermasyarakat
maupun persaingan antar petugas partai saat
mempraktikkan pasal berbangsa, bernegara sangat mungkin hukum keseimbangan
terjadi.
Contoh sederhana dengan meliwati
proses yang tidak sederhana, yaitu :
Pertama. Musuh rakyat belum
tentu menjadi musuh negara. Jelasnya, perilaku korup – baik yang terkena OTT
KPK maupun yang bebas merdeka sampai ajal tiba – yang menjadi lagu wajib di
sebuah negara multipartai.
Bukan salah jodoh kalau ternyata
nyatanya negara ramah koruptor. Bahkan sangat ramah investor. Ini tidak perlu
diuraikan karena masih berlangsung, episode demi episode.
Efek domino ramuan ajaib revolusi
mental, menjadikan kasta masyarakat menengah ke atas semakin berkibar. Masyarakat
papan bawah secara konstitusional diformat dalam sistem pembangunan nasional sebagai
warga kurang beruntung, permanent underslass, uneducated education.
Kedua. Musuh negara belum
tentu musuh rakyat. Karena, konon pihak yang berseberangan dengan penguasa, penyelenggara
negara, pemerintah yang sedang kontrak politik, atau yang masuk radar deteksi
sebagai lawan politik. Rakyat yang buta politik dengan kearifannya maklum
bahwasanya pihak yang semakin jauh dari rakyat berbanding lurus dengan semakin
jauh dari Pancasila.
Pihak yang bertugas melakukan uji
asas taat, patuh, loyal, setia terhadap bagian utama penguasa, sudah dimaklumi
isi perut maupun kandungan jiwa dan rasa.
Terlihat di langit bintang-bintang
pajangan. Berkerlap-kerlip bukan sinar sendiri.
Akhirnya, akumulasi doa rakyat yang tak terdeteksi radar politik, tak terendus awak media berbayar, dari
pojok, sudur, pelosok negeri atau dari arah tak terduga, akan . . . [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar