Halaman

Sabtu, 30 Desember 2017

diléma tahun politik, akal politik vs nafsu politik



diléma tahun politik, akal politik vs nafsu politik

Disebut sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang paling sempurna karena manusia dilengkapi dengan perangkat kombinasi akal dan nafsu.

Perjalanan hidup manusia sebagai khalifah di muka bumi, berada di antara dua kutub akal dan kutub nafsu.

Pertama. Orang dan/atau manusia yang mahir, ahli, piawai mengeksploitir nafsunya, bisa-bisa dan memang bisa posisinya berada di bawah peringkat derajat hewan. Yang mana, dimana, binatang, hewan  mengandalkan naluri kehewanannya, mengutamakan insting atau indera kebinatangannya agar bisa bertahan hidup.

Binatang mengenal batas wilayah teritorial atau wilayah kekuasannya. Politik yang dijalankan adalah jangan sampai ada binatang lain, terutama satu jenis, untuk bebas keluar masuk.

Sebutan raja hutan, penguasa rawa atau pemilik tunggal angkasa, bukan sekedar dongeng atau fabel.

Kedua. Orang dan/atau manusia yang cerdas berakal, mendayagunakan daya otaknya untuk semua urusan bisa melebihi kapasitas malaikat. Karena malaikat diciptakan oleh Allah swt dengan modal akal tanpa nafsu.

Wajar, banyak anak bangsa kelebihan akal, nalar, logika ketika berinteraksi dengan sesama maupun lingkungan.

Akal politik, rasanya sudah kehabisan akal. Jangan heran terpaksa transfer akal dari pihak asing. Terjadi pada manusia politik. Semakin mendunia, maka semakin sarat dengan menu politik internasional.

Jadi, kesimpulan tapi bukan artinya. Nafsu kebinatangan yang menjadi hak milik hewan, mereka tak akan menyalurkan nafsu syahwat, nafsu berahi atau definsi lainnya, ke sesama jenis. Tidak ada perilaku lesbi maupun homo.

Syahwat politik Nusantara tidak mengenal emanispasi. Semua manusia politik mempunyai hak yang sama. Jangan dibilang dalam hal korupsi atau penyalahgunaan wewenang, kekuasaan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar