diléma
tahun politik, akal politik vs nafsu politik
Disebut sebagai makhluk ciptaan
Allah swt yang paling sempurna karena manusia dilengkapi dengan perangkat
kombinasi akal dan nafsu.
Perjalanan hidup manusia sebagai khalifah
di muka bumi, berada di antara dua kutub akal dan kutub nafsu.
Pertama. Orang dan/atau manusia yang
mahir, ahli, piawai mengeksploitir nafsunya, bisa-bisa dan memang bisa
posisinya berada di bawah peringkat derajat hewan. Yang mana, dimana, binatang,
hewan mengandalkan naluri kehewanannya,
mengutamakan insting atau indera kebinatangannya agar bisa bertahan hidup.
Binatang mengenal batas wilayah
teritorial atau wilayah kekuasannya. Politik yang dijalankan adalah jangan
sampai ada binatang lain, terutama satu jenis, untuk bebas keluar masuk.
Sebutan raja hutan, penguasa rawa
atau pemilik tunggal angkasa, bukan sekedar dongeng atau fabel.
Kedua. Orang dan/atau manusia yang
cerdas berakal, mendayagunakan daya otaknya untuk semua urusan bisa melebihi
kapasitas malaikat. Karena malaikat diciptakan oleh Allah swt dengan modal akal
tanpa nafsu.
Wajar, banyak anak bangsa kelebihan
akal, nalar, logika ketika berinteraksi dengan sesama maupun lingkungan.
Akal politik, rasanya sudah
kehabisan akal. Jangan heran terpaksa transfer akal dari pihak asing. Terjadi pada
manusia politik. Semakin mendunia, maka semakin sarat dengan menu politik
internasional.
Jadi, kesimpulan tapi bukan artinya.
Nafsu kebinatangan yang menjadi hak milik hewan, mereka tak akan menyalurkan
nafsu syahwat, nafsu berahi atau definsi lainnya, ke sesama jenis. Tidak ada
perilaku lesbi maupun homo.
Syahwat politik Nusantara tidak mengenal emanispasi. Semua manusia politik mempunyai hak yang sama. Jangan dibilang dalam hal korupsi atau penyalahgunaan wewenang, kekuasaan. [HaèN]
Syahwat politik Nusantara tidak mengenal emanispasi. Semua manusia politik mempunyai hak yang sama. Jangan dibilang dalam hal korupsi atau penyalahgunaan wewenang, kekuasaan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar