berdikari
dan kemandirian rakyat yang tak terendus penguasa
Sumur gali, jogangan (galian tanah
untuk tempat sampah) serta banyak fasilitas infrastruktur yang sudah akrab
dengan rakyat. Sebagai daya nalar mendasar rakyat dalam bersahabat dengan alam.
Sumber air bersih, air minum bisa
dihadrikan di pekarangan, halaman rumah. Tanah digali berbentuk tabung dengan
kedalaman tertentu atau sampai lapisan tertentu. Kemurahan alam, dengan modal
tenaga fisik menggali permukaan bumi akan sampai pada lapisan bumi dengan
kandunga air yang seolah tak akan surut.
Rakyat meyakini jika volume air di
dunia nyaris stabil. Hanya kandungan, kadar, kompisisi air bisa berubah.
Tentunya akibat ulah manusia yang memanfaatkan kekayaan alam, kandungan dan isi
bumi secara berlebihan atau sesuai
kaidah ekonomis, nilai komersial yang tak kepalang tanggung. Yang tak
tanggung-tanggung.
Rakyat dengan kesederhanannya mampu
memanfaatkan tanah pekarangan, halaman untuk berbagai fungsi. Termasuk membuat
lubang berbentuk kotak. Tempat sampah organis, tertutama daun rontok atau sisa
dapur.
Gali tutup lubang sampah ternyata
bisa sebagai sumur resapan. Sebagai tadah air hujan yang mengalir di halaman,
agar semua tak lari ke got. Atau bisa berfungsi sebagai tempat penampungan
buangan air KM, dapur, atau berhubungan dengan fungsi sumur, sebagai sistem sanitasi sederhana.
Jogangan disederhanakan oleh
masyarakat kota menjadi biopori. Dengan alat khusus membuat lubang di tanah.
Entah siapa yang akan mengisinya dengan sampah organis. Seberapa kemanfaatnya biopori
sebagai program nasional, belum ada evaluasi.
Jogangan mampu menginspirasi
penyelenggara negara di di éra mégatéga, maka terjadilah episode cari utang
luar negeri untuk bayar utang luar negeri.
Sumur gali menjadikan penguasa di
éra mégatéga merasa lazim untuk menggali ideologi dari sumber asing. Soal biaya
politik di pesta demokrasi, sudah ada pihak yang bertanggung jawab. Sudah terbaca
peta politik di tahun politik 2018 dan 2019. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar