Halaman

Selasa, 05 Desember 2017

percepatan tahun politik 2018 dan 2019, tambeng, ndhendheng, vs aleman, geleman



percepatan tahun politik 2018 dan 2019, tambeng, ndhendheng, vs aleman, geleman

Tentu bukan karena salah bunda mengandung. Juga bukan salah jika elit parpol, semakin disanak malah semakin nranyak, nglunjak. Manusia Jawa faham akan paribasan “diwènèhi ati ngrogoh rempela” alias wis diwènèhi sethithik, malah njaluk kang akèh.

Ironis binti miris, ketika penguasa yang notabene kawanan parpolis pemenang pesta demokrasi lima tahunan, ketika menghadapi manusia ekonomi dari negara paling bersahabat, malah siap jadi budak di negeri sendiri.

Secara awampun langkah politik penguasa sudah bisa ditebak. Memang penuh dengan ide, gagasan. Tapi gagasannya berbasis gas-gasan, nggragas. Masih mengandalkan asas balas jasa, balas budi. Tak heran jika bolo dupak yang dipilih dipastikan akan mati-matian membela tuannya. Pasang badan bela juragan, bukan beka negara.

Loyalis penguasa yang memberikan dukungan moril agar maju lagi di pilpres 2019, bukan sekedar mblusuké urip-urip.

Masih ingatkah kawan akan dua periode SBY 2004-2009 dan 2009-2014, ada sebentuk parpol yang tak mau masuk barisan pembantu presiden. Tapi mau jatah ketua MPR. Hebatnta lagi, mereka ngebet kursi gubernur yang adalah perpanjangan tangan pemerintah. Mereka memposisikan diri sengai oposisi banci, oposisi setengah hati.

Modal pengalaman duduk manis d bangku cadangan selama periode SBY, begitu merasa sukses di periode 2014-2019 maka terbitlah presiden senior. Terjadilah pembuktian anak cucu ideologis tak ada matinya. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar