dinamika ukhuwah vs menu politik
Rasa persaudaraan (ukhuwah)
antar umat Islam bukan sekedar karena ikatan darah, tapi sudah ke bentuk
bersatunya hati. Secara historis, langkah awal siar dan tegaknya agama Islam
karena adanya ikatan aqidah yang lebih kuat daripada ikatan darah.
Kiat utama untuk menghindari konlik karena beda pemahaman
atas ajaran agama Islam, dimulai dari batasan belajar agama jangan otodidak. Bukan
berarti otodidak menjadi haram. Giat membaca
atau dengar tausyiah. Mendalami agama perlu bimbingan. Disinilah letak peran
sentral keluarga sebagai madrasah pertama, sekolah awal bagi anak.
Menimba ilmu agama bagi yang tidak mengikuti pendidikan
formal berbasis agama Islam, dapat berguru atau mengkuti majelis ilmu. Berguru
jangan ke satu guru ata satu sumber. Sangat bijak umat Islam yang berburu ilmu tidak ke satu
pesantren.
Interaksi sosial atau saat ibadah sosial atau ketika umat
Islam sedang mempraktikkan hablumminannas, maka perlu dukungan rasa
tenggang rasa, tepo sliro, toleransi, maupun sikap saling menjaga hak
pribadi individu.
Konflik di tubuh umat Islam, bersifat individual dan/atau
dalam skala sistem. Paling runyam jika sudah beda ideologi yang dianut. Antar partai
politik, organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama Islam, tapi beda wadah
juang, tidak otomatis saling bersinergi.
Filosofi siapa yang menguasai data dan informasi, seolah
dunia dalam genggamannya. Kayak pegang handphone dan/atau sekerabatnya. Jangan heran
jika konflik internal umat Islam menjadi komoditas politik. Semua kejadian
disorot, dilacak, diendus dengan kacamata, kamus, dan hukum pilitik. Menjadi barometer
persatuan dan kesatuan umat Islam. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar