Halaman

Jumat, 15 Desember 2017

dinamika ukhuwah vs menu politik



dinamika ukhuwah vs menu politik

Rasa persaudaraan (ukhuwah) antar umat Islam bukan sekedar karena ikatan darah, tapi sudah ke bentuk bersatunya hati. Secara historis, langkah awal siar dan tegaknya agama Islam karena adanya ikatan aqidah yang lebih kuat daripada ikatan darah.

Kiat utama untuk menghindari konlik karena beda pemahaman atas ajaran agama Islam, dimulai dari batasan belajar agama jangan otodidak. Bukan berarti otodidak menjadi  haram. Giat membaca atau dengar tausyiah. Mendalami agama perlu bimbingan. Disinilah letak peran sentral keluarga sebagai madrasah pertama, sekolah awal bagi anak.

Menimba ilmu agama bagi yang tidak mengikuti pendidikan formal berbasis agama Islam, dapat berguru atau mengkuti majelis ilmu. Berguru jangan ke satu guru ata satu sumber. Sangat bijak  umat Islam yang berburu ilmu tidak ke satu pesantren.

Interaksi sosial atau saat ibadah sosial atau ketika umat Islam sedang mempraktikkan hablumminannas, maka perlu dukungan rasa tenggang rasa, tepo sliro, toleransi, maupun sikap saling menjaga hak pribadi individu.

Konflik di tubuh umat Islam, bersifat individual dan/atau dalam skala sistem. Paling runyam jika sudah beda ideologi yang dianut. Antar partai politik, organisasi kemasyarakatan yang berbasis agama Islam, tapi beda wadah juang, tidak otomatis saling bersinergi.

Filosofi siapa yang menguasai data dan informasi, seolah dunia dalam genggamannya. Kayak pegang handphone dan/atau sekerabatnya. Jangan heran jika konflik internal umat Islam menjadi komoditas politik. Semua kejadian disorot, dilacak, diendus dengan kacamata, kamus, dan hukum pilitik. Menjadi barometer persatuan dan kesatuan umat Islam. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar