Halaman

Sabtu, 09 Desember 2017

gonjang-ganjing éra mégatéga, aktor intelèktual vs Rp penggerak



gonjang-ganjing éra mégatéga, aktor intelèktual vs Rp penggerak

Gerimis, hujan, bahkan banjir pun terkadang tak mampu menyatukan masyarakat. Predikat BMKG (banjir, macet, kebakaran, gusur) yang merupakan karakter ibukota NKRI, bukannya menjadikan gubernur Jakarta saat itu untuk mawas diri. Malah menyalahkan pihak pemerintah c.q Kementerian PU.

Berkat karakter leluhur, maka ujar kebencian berupa penistaan agama meluncur bebas dari mulut sang gubernur, terjadilah kebangkitan nasionalisme. Minimal semangat ikhuwah umat Islam terusik. Berbagai gerakan turun ke jalan sebagai aksi protes.

Sang gubernur adem-ayem karena bagian integral dari penguasa tunggal, penyelenggara negara. Bahkan sebagai perpanjangan tangan manusia ekonomi, investor politik negara sponsor makar PKI.

Ironis binti miris, di periode 2014-2019, antara mana musuh rakyat dengan musuh negara, hanya beda tipis. Artinya antara skneario istana bisa bertolak belakang dengan suara rakyat.

Demi wibawa negara, maka NKRI menjadi serba mégatéga terhadap lawan politik bangsa sendiri. Sekaligus membuka diri dan siap dijajah oleh produk dan ideologi asing. Biaya politik menjadikan penguasa yang akan berlanjut ke periode terakhir, rawan, riskan, rentan terhadap intervensi manusia ekonomi multinasional maupun investor politik mancanegara.

Umat Islam diharapkan selalu proaktif sejak dini. Cerdas ideologi dalam membaca perubahan zaman. Karena kerikil kecil orang bisa tergelincir. Bukan berarti harus menunggu batu sandungan. Menanti durian tuntuh baru bertindak.

Umat Islam harus mampu mendeteksi aksi pihak tertentu yang secara ramah merangkul tetapi untuk memukul, mendengkul. Apalagi ada pihak yang kuasa, kuat, kaya dengan asas main gebug duluan, rembug belakangan. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar