Halaman

Selasa, 19 Desember 2017

Éra mégatéga, Indonesia kebal bencana politik dan mégakorupsi



Éra mégatéga, Indonesia kebal bencana politik dan mégakorupsi

Tidak perlu buruk rupa, cermin tetangga dijual. Sudah kehendak sejarah, bahwasanya barangsiapa di éra mégatéga ini lupa daratan. Maka rumputlah yang tumbuh subur. Soal rumput asing yang marak dan jadi primadona.

Kalau ada kejadian seolah di luar jangkauan skenario, bukan kejadian luar biasa. Kendati masuk kategori bencana alam. Muncul asas praduga tak bersalah yaitu jangan-jangan pelakunya orang dalam. Minimal orang dalam sebagai informan, sumber informasi terpercaya.

Tindak laku konco déwé, bolo déwé, yang membuat peta petujuk, yang main, eskekutor, pelaku aktif adalah orang luar atau pihak yang dipercaya. Padahal nyata terpercaya bahwa loyalis penguasa tentu ada udang di balik batu.

Jangan asal asal-asalan membuat skenario tandingan, waalu dengan bumbu nasionalisme. Menganalisa sebab-musabab, asal-muasal sebuah bencana politik plus tindak konstitusional  mégakorupsi,  sudah layak dianggap masuk pasal berbuat tidak menyenangkan pihak atau sang penguasa. Salah-salah malah dituduh menyusun skenario makar kebencian.

Ironis binti miris, kalau keluguan rakyat berbanding terbalik dengan kebebalan penguasa. Kata KBBI, lema bebal a sukar mengerti; tidak cepat menanggapi sesuatu atau tidak tajam pikiran; bodoh; kebebalan n kebodohan.

Jadi, ujar ki dalang Sobopawon, memang lidah tak bertulang. Kalau sudah jangan diulang. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar