Halaman

Jumat, 08 Desember 2017

idé-logi rakyat vs idéologi super rakyat



idé-logi rakyat vs idéologi super rakyat

Pemulung melihat barang bekas yang ada di bak sampah, mungkin hanya dengan kacamata ekonomis. Jika dalam jumlah memadai – khususnya dalam satuan berat – maka bisa menjadi Rp. Jika ditambah pengetahuan tentang 5R, maka bos pemulung bisa dengan penghasilan yang layak.

Kréativitas anak bangsa diakui dunia lain di bidang otomotif. Berbakat daya imajinasi, maka lahirlah daya modifikasi, kanibalisme, rekayasa mobil yang lahir sebelum proklmasi, tetap bisa meluncur di jalan.

Celakanya, semua lapisan rakyat suka hal-hal yang baru, keluaran terakhir, apalagi yang berbau asing, aneh dan tidak ada di rumahnya.

Jangan heran kawan, ternyata rakyat papan atas – yang mungkin sudah tidak mempunyai ciri rakyat – gemar mengkonsumsi apa saja demi citra diri, pesona diri. Pokoknya janga sampai dkatakan atau disamaratakan dengan rakyat.

Atribut militer memang demikianlah adanya. Mulai dari pakaian dalam, semua pembagian. Gemblengan fisik untuk menjadi milter lahir batin. Pangkat terlihat di lengan atau pundaknya. Mengapa ada pangkat di pundak, ada filosofinya.

Mengapa partai politik dan/atau organisasi kemasyarakatan merasa punya gensi, nyali, martabat jika memakai seragam bak militer. Tentu bukan untuk menjadi pembeda atau memproklamirkan diri sebagai kasta tertentu.

Sayangnya, kawanan parpolis suka, gemar, hobi mengkonsumsi ideologi impor. Bukti gamblangnya, kata penguasa, ideologi nasional Pancasila di sebagai mata pelajaran, mata kuliah pun, konon, sudah direduksi. Hanya sebagai pengenalan belaka.

Indonesia seolah membuka diri dan siap dijajah oleh produk dan ideologi asing. Penyebabnya bukan karena kehendak rakyat. Kebijakan pemerintah yang merasa wibawa negara terjaga bila bisa bergaul atau punya teman dekat atau bagian dari pergaulan dunia. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar