idé-logi
rakyat vs idéologi super rakyat
Pemulung melihat barang bekas yang
ada di bak sampah, mungkin hanya dengan kacamata ekonomis. Jika dalam jumlah
memadai – khususnya dalam satuan berat – maka bisa menjadi Rp. Jika ditambah
pengetahuan tentang 5R, maka bos pemulung bisa dengan penghasilan yang layak.
Kréativitas anak bangsa diakui dunia
lain di bidang otomotif. Berbakat daya imajinasi, maka lahirlah daya
modifikasi, kanibalisme, rekayasa mobil yang lahir sebelum proklmasi, tetap
bisa meluncur di jalan.
Celakanya, semua lapisan rakyat suka
hal-hal yang baru, keluaran terakhir, apalagi yang berbau asing, aneh dan tidak
ada di rumahnya.
Jangan heran kawan, ternyata rakyat
papan atas – yang mungkin sudah tidak mempunyai ciri rakyat – gemar
mengkonsumsi apa saja demi citra diri, pesona diri. Pokoknya janga sampai
dkatakan atau disamaratakan dengan rakyat.
Atribut militer memang demikianlah
adanya. Mulai dari pakaian dalam, semua pembagian. Gemblengan fisik untuk
menjadi milter lahir batin. Pangkat terlihat di lengan atau pundaknya. Mengapa ada
pangkat di pundak, ada filosofinya.
Mengapa partai politik dan/atau
organisasi kemasyarakatan merasa punya gensi, nyali, martabat jika memakai
seragam bak militer. Tentu bukan untuk menjadi pembeda atau memproklamirkan
diri sebagai kasta tertentu.
Sayangnya, kawanan parpolis suka,
gemar, hobi mengkonsumsi ideologi impor. Bukti gamblangnya, kata penguasa,
ideologi nasional Pancasila di sebagai mata pelajaran, mata kuliah pun, konon,
sudah direduksi. Hanya sebagai pengenalan belaka.
Indonesia seolah membuka diri dan
siap dijajah oleh produk dan ideologi asing. Penyebabnya bukan karena kehendak
rakyat. Kebijakan pemerintah yang merasa wibawa negara terjaga bila bisa
bergaul atau punya teman dekat atau bagian dari pergaulan dunia. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar