Halaman

Sabtu, 01 Oktober 2016

PON regenerasi atlet vs pemilu penyepuhan politisi



PON regenerasi atlet vs pemilu penyepuhan politisi
Bedanya antara lain, Pekan OlahragaNasional (PON) diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pemilu setiap 5 tahun sekali. PON mencari atlet baru, berbakat dan menerus. Pembinaan atlet bisa sejak dini. Tetapi juga karena faktor ajar di keluarga. Lungkungan mampu memicu dan memacu bakat terpendam olahragawan. Masalahnya, hanya cabang olahraga yang menjanjikan masa depan yang dominan peminatnya.

Pemilu atau pesta demokrasi sebagai hajat nasional berlabel pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden, didominasi wajah lama. Syarat pengalaman sangat menentukan partisipasi. Kita tidak tahu seberapa sedikit pemain, pekerja, petugas, pelaku, pegiat partai yang berbakat, cuma kurang publikasi malah redup sebelum berkilau.

Setiap jelang pemilu maupun pilkada, banyak kader tiban muncul. Dipoles mendadak, ditopang menang merek, jadilah sebagai penyelenggara negara. Banyak jalan pintas sukses di syahwat politik. Tidak betah antri, gengsi ikut ikut ajang pencarian bakat, tidak mau merintis dari bawah – asal punya “modal” – bisa laju berkibar. Mungkin saja malah mendirikan partai politik.

Atlet berani berkeringat untuk bisa ikut laga, mulai ambang atau kompetisi dasar. Kawanan parpolis baru bekeringat setelah pesta demokrasi selesai. Apakah tersandung mahar politik yang mencekik karena kalah suara, atau malah belum jatuh tempo tersandung pasal tipikor.

Atlet di panggung politik, tampak gemilang karena mana emas mana Loyang. Mana emas, mana sepuhan emas. Tak heran, atlet politik yang sepuh padahal berkadar Loyang. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar