Dilema Manajemen Waktu Mahasiswa, Aktivis
Organisasi vs Kutu Buku
Seolah perjalanan waktu
dan pertambahan usia mahasiswa menjadikannya studi tepat waktu atau sambil
menyelam minum air. Waktu studi dimanfaatkan seoptimal mungkin. Waktu bergulir
dengan rutin akan menggerakan argo biaya kuliah, biaya hidup. Beban kuliah tiap
hari bertambah harus diimbangi dengan kehidupan sebagai insan kampus, sebagai
bagian nyata dari masyarakat.
Menyiapkan diri
menghadapi kenyataan hidup pasca wisuda, memaksa mahasiswa pandai-pandai
mengelola waktu. Alternatif sebagai aktivis organisasi (organisasi kampus,
organisasi kemahasiswaan) atau berpredikat kutu buku, memang bukan pilihan. Tak
jarang yang mampu mentuntaskan keduanya secara paralel. Tak jarang pula setelah
sekian waktu pasca wisuda, tiap alternatif membawa sukses yang berbeda.
Fakta mengatakan,
mahasiswa penyandang IPK bisa diwisuda, malah suskes dunia. Meraih prestasi
atau jabatan prestisius di masyarakat. Bahkan mampu membantu almamaternya atau
mahasiswa yang sedang menimba ilmu. Strata sukses bisa menentukan nasib
kampusnya, misal sebagai wakil rakyat. Kadar IPK bukan jaminan ke masa
depannya. Sifat tekun, ulet, tabah yang menentukan konsistensi kehidupan dan
hasil perjuangan hidup.
Kendati kampus bebas
atau steril dari kegiatan politik, bukan
berarti pengkaderan oleh parpol berhenti. Perjuangan organisasi kemahasiswaan
berbasis agama Islam harus berjuang keras, agar laku di mata mahasiswa. Aktif dikegiatan
keagamaan sejak di bangku sekolah, memformat mahasiswa lebih nyaman dengan
wadah yang menyatu dengan kampus. Memanfaatkan fungsi masjid kampus untuk berbagai
aktivitas berbasis Islam.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar