Halaman

Minggu, 09 Oktober 2016

Perkuat Tanah Papua Sebagai Gerbang Timur Indonesia



Perkuat Tanah Papua Sebagai Gerbang Timur Indonesia

RPJMN 2015-2019 menyebutkan provinsi Papua dan provinsi Papua Barat, masuk kawasan Indonesia timur Indonesia, berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah, ditetapkan sebagai  daerah tertinggal.

Posisi dan konstelasi geografis pulau Papua di ujung timur Indonesia serta masuk rumpun atau ras Melanesia, menjadikannya rawan, rentan dan riskan dari campur tangan, intervensi asing, khususnya negara tetangga. Tak heran, Papua bisa luput dari pengamatan pemerintah yang berpusat di Jakarta. Kondisi ini memang selalu dimanfaatkan oleh negara asing, baik oleh negara adidaya maupun negara tetangga. Jika terjadi intervensi politis enam negara di wilayah Pasifik yaitu Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshal, Tuvalu, dan Tonga mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM), bukan barang baru.

Ironisnya, kegiatan penambangan di kabupaten Mimika, provinsi Papua luput dari pengendusan pihak asing. Negara asing tidak pernah ada yang mempersoalkannya. Semua negara terkait dengan “perampokan di siang bolong” ini sudah tahu sama tahu. Sepakat untuk tidak memperkarakan sampai PBB. Bahkan PBB diam-diam merestui kegiatan ini.

Indonesia bisa kebobolan siang malam atas kasus dalam negeri, yang oleh pihak asing serta merta dikaitkan dengan HAM , menjadi sasaran empuk. Indonesia menjadi incaran dan sasaran tembak. Selain perkuatan politik luar negeri, sistem diplomasi, tak kurang pentingnya adalah kebijakan pemerintah berupa otonomi khusus, percepatan pembangunan, kawasan strategis nasional lebih dinyatakan.

Kalau perlu para pejuang politik diajak langsung membangun tanah Papua. Menjadi transmigran. Langsung berkiprah, berkontribusi dan berkarya nyata, tidak hanya berjubel di pulau Jawa. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar