Halaman

Senin, 17 Oktober 2016

efek domino revolusi mental, sandiwara politik vs politik sandiwara



efek domino revolusi mental, sandiwara politik vs politik sandiwara

Indonesia pernah mempunyai sebutan penguasa tunggal Orde Baru.  Lewat 6 kali pemilu, atas kehendak rakyat tetap bisa menjabat sebagai presiden, kepala negara, mandataris MPR atau predikat lainnya. Atas kehendak rakyat pula, melalui kekuatan rakyat (people power) dari berbagai elemen masyarakat, turun ke jalan. Puncak gerakan rakyat ketika beberapa hari menduduki puncak atau atap gedung MPR-DPR di ibukota negara.

Tepatnya, 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan sebagai presiden Republik Indonesia. Syahwat politik Nusantara semakin mengikrarkan, mengkibarkan, memproklamirkan jati dirinya dengan mempercepat pemilu 2002 diajukan ke tahun 1999. Stimulus presiden dipilih langsung oleh rakyat sejak tahun 2004 semakin membuat gaduh politik secara nyata, terukur dan konstitusional.

Dekade 2004-2009 berlanjut 2009-2014, SBY atas pilihan rakyat berhasil menduduki kursi kepresidenan dua kali berturut-turut. Sepertinya ada pihak yang menanam saham dendam politik. Pola Soeharto sampai bisa disumpah menjadi presiden sampai 6 (enam) kali, karena berdasarkan pertimbangan pengalaman sebagai presiden semata. Ada pihak yang menjadikan momentum ini untuk menginspirasi dirinya sebagai yang layak dan berhak “memperpanjang” masa jabatannya sebagai presiden.

Rupiah ditutup tiap hari dalam kondisi menguat/melemah plus atau minus beberapa point.

Dua tahun pertama, 27 Oktober 2014 – 27 Oktober 2016, periode pemerintahan Jokowi-JK, tetap mengandalkan keajaiban politik.  Peta politik Nusantara ditentukan kinerja atau tepatnya rasa solidaritas, toleransi maupun kolaborasi antara Jokowi vs JK vs oknum ketua umum parpol juara umum pemilu legislatif 2014. Pelaku ekonomi yang sesungguhnya menetapkan arah perjalanan bangsa dan negara Indonesia, bukan sekedar kekuatan tak terlihat atau kekuatan yang nyaris tak tersentuh hukum, memang itulah namanya nafsu syahwat politik Nusantara. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar