Halaman

Rabu, 12 Oktober 2016

ketika pagi menanti matahari



ketika pagi menanti matahari

Lima ikhwal tentang diri kita yang berada di genggaman tangan Allah.  Dimulai dengan kelahiran kita di dunia. Kita tidak bisa pesan ingin lahir lewat rahim siapa pun. Sejak dalam kandungan bunda, kita tidak bisa minta waktu ingin lahir kapan dan dimana. Elusan tangan bunda, bisikan hati bunda menandakan kehadiran kita ditunggu dengan segenap cinta dan setumpuk kasih sayang.

Derita bunda sampai puncaknya saat kita keluar dari rahimnya. Saat kita berontak ingin melepaskan diri dari kadungan bunda. Segera dan bergegas memasuki alam kehidupan berikutnya. Sapaan riang sambut kehadiranku dari suara yang tak asing di telinga. Sentuhan tangan lembut terasa di kulit. Menyambut  alam lain yang begitu luas dengan tidur pulas. Waktu beredar secara konsisten, tidak mengenal kompromi.

Argo perjalanan hidup di dunia sudah berdetak, rutin dalam hitungan detik. Apa yang akan terjadi, yang akan kita alami, kita hadapi, kita lewati, semua sudah ditetapkan oleh skenario Allah. Manusia sekedar melaksanakan perintah-Nya. Mengikuti aturan main-Nya. Memang seolah kita diberi hak prerogatif untuk berbuat apa saja. Dunia menawarkan berbagai jenis nikmat, nikmat dunia. Kita tinggal memetiknya, memungutnya tanpa perlu peras keringat. Ataukah justru banting tulang, peras otak dan peras keringat demi nikmat dunia. Terjebak rutinitas kehidupan mulai dari bangun pagi sampai bangun pagi hari berikutnya.

Babakan kehidupan yang kita lakoni, terkait soal jodoh yang tetap misteri. Perjuangan diri dan perjuangan orangtua untuk mencarikan dan mengantar kita ke jenjang pernikahan. Jodoh ada yang sesuai cita-cita, ada yang diluar dugaan. Soal jodoh, bukan sekedar waktu penantian, bukan pula sekedar perjuangan untuk meraihnya. Mulai menyiapkan diri dan meyakinkan diri atas kehendak dan ketetapan Allah.

Uber rezeki Allah ketika kita usai menegakkan sholat fardhu. Walau terjebak urusan dunia, luangkan waktu tegakkan solat dhuha. Waktu terjebak arus lelap malam, manfaatkan sepertiga akhir malam untuk menatap wajah-Nya, untuk berdialog mengajukan daftar permintaan. Untuk mengadu, menyampaikan tuntutan hidup.

Ketika kita sudah menjadi sepasang suami isteri, lajut menyandang status sebagai orangtua, misteri kehidupan harus tetap kita lakoni, kita jalani dengan berpegang pada tali Allah, di jalan-Nya yang lurus  cobaan hidup tetap akan menghadang di depan mata. Sampai ajal menjemput diri, tetap misteri. Kita hanya bisa memohon agar ajal adalah sarana bertatap muka dengan-Nya. Kembali ke yang menciptakan diri kita. Mengharap ridho-Nya agar hidup tidak merugi dan rugi. Jangan sesat diterang Illahi. Jangan benci diri mencoba lulus dari ujian-Nya. [Haen]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar