memang, maling lebih lihai daripada penghuni rumah
Menyikapi kasus
intervensi negara tetangga atas urusan dapur dalam negeri Indonesia, ada dan
ambil hikmahnya. Intervensi politis enam negara di wilayah Pasifik yaitu Kepulauan
Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshal, Tuvalu, dan Tonga mengangkat isu
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua (provinsi Papua dan provinsi Papua
Barat) selama 50 tahun terakhir dalam sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) yang ke-71, beberapa waktu yang lalu.
Secara historis banyak
pihak asing yang merasa berkepentingan atas pulau Papua. Tangan asing yang
dominan bermain di Papua adalah atas nama agama dan ekonomi. Papua belum 100%
bebas dari penjajahan negara asing. Nilai jual sumber daya alam maupun aspek sumber daya manusia sebagai obyek
kepentingan internasional. Status otonomi khusus bagi provinsi Papua(UU
21/2001) tidak serta merta menjadi bisa sejajar dengan provinsi lainnya. Kondisi
geografis Papua yang berbatasan darat dengan negara lain, tentu membawa dampak
yang tidak sederhana. Ditambah ada beberapa negara kecil berupa kepulauan, menambah
persoalan tersendiri. Ikatan sebagai rumpun atau ras Melanesia tidak otomatis
bisa menerobos tapal batas negara lain dengan bebas. Secara umum, ras Melanesia
merupakan ras yang berkulit gelap, rambut ikal, kerangka tulang besar dan kuat
dan memiliki profil tubuh atletis.
Status orang Indonesia
Timur, kawasan timur Indonesia terkesan pengkotak-kotakan pembangunan nasional.
Stereotip sebagai ras Melanesia (antara lain pemabuk, suka membuat onar dan
tidak tertib) menjadi kendala internal untuk bisa sejajar dengan provinsi
lainnya.
Ironisnya, kalau negara lain, negara tetangga yang
satu rumpun, satu ras, mampu melihat “kuman di seberang lautan tampak jelas”,
semakin membuktikan sterotip diri sendiri. Telunjuk menunjuk orang lain, ibu
jari menunjuk hidung sendiri plus kelingking, jari manis dan jari tengah kompak
sejajar menunjuk diri sendiri. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar