Bahasa Kampanye Menunjukkan Isi Perut
Asas pemilu atau pesta demokrasi Indonesia adalah ‘luber’
artinya langsung, umum, bebas dan rahasia. Diberlakukan bagi rakyat yang akan
menggunakan hak pilihnya pada saat pencoblosan, apakah pada saat pilkada,
pemilu legislatif maupun pilpres.
Asas ‘luber’ berlaku juga bagi kandidat kepala daerah,
wakil rakyat maupun presiden. Permberlakuan sampai juru kampanye, tim relawan,
tim sukses. Tak berlaku bagi petugas pembayar mahar politik, biaya politik
maupun negosiator politik transaksional. Partai politik tak jarang melakukan
politik tebar jaringan. Rakyat cerdas bisa memanfaatkan momentum lima tahun
sekali untuk menampung tebaran pesona dan menjaring sebaran rupiah dari semua
pihak.
Memangnya isi perut rakyat bisa dibeli lima tahun sekali!
Memangnya daya idelogi rakyat bisa diinfus angin surga lima
tahun sekali!
Memangnya nasib rakyat lima tahun ke depan hanya
ditentukan selama lima menit saat coblosan!
Kasus calon petahana, sejawat gubernur DKI Jakarta saat
kampanye atau berujar, membuktikan jati diri yang sebenarnya. Daya ucap
sehari-hari, daya gerak fisik dan mimik raut muka dan wajah sang gubernur, tak
salah sesuai modifikasi peribahasa : “bahasa menunjukkan isi perut”. Sang gubernur
sebagai penganut paham animisme politik dan dinamisme politik tidak mengenal
halal dan halal, tidak mengenal pasal dan adab bertutur. Bercuap baginya sama
saja dengan buang angin, bisa sembarang tempat, sembarang waktu. Kalau ditahan
bisa jadi penyakit. Begitu saja kok repot. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar