Indonesia menunggu aib politik nasional raib
Pada kesempatan
yang tak tersangka, yang datang tanpa pertanda, ki dalang Sobopawon sempat-sempatnya
menyempatkan diri untuk ngudal piwulang
tanpa diminta pihak manapun. Bersifat spontanitas, walau tidak sporadis. Tema yang
disajikan berkisah tentang aib politik Nasional.
Entah kapan
kejadiannya, tidak penting. Dimana tempat kejadian perkara, bukan masalah. Oknum
siapa saja yang tertangkap tangan, tidak berpengaruh. Semua sesuai skenario. Ketika
terjadi benturan antar gender di pilpres yang mulai tahun 2004, mau tak mau,
menimbulkan jejak dendam politik tak berkesudahan. Dendam yang tidak bisa
menyublim. Bukan atom yang kehilangan daya setengahnya demi setengahnya.
Dendam politik
Nusantara berdalih emansipasi sungguh di luar jalur rasa manusia yang penuh
budaya. Seolah bangsa ini masih menganut paham animisme politik dan dinamisme
politik. Berkat pahala reformasi 3K (kuasa, kuat,kaya) mejadi tujuan segala
tujuan berpolitik. Aliran dan bentuk ideologi bukannya banci, walau masuk arus
LGBT. Entah dari singkatan apa, diambil dari kamus bahasa mana.
Pertanda zaman
suda bermunculan, mulai dari alam yang memberontak sampai perilaku manusia
diluar asas kemanusiaan. Ingat, setan pun bingung karena tidak merasa menghasut
manusia ybs untuk berbuat demikian. Mulai ada yang menganggap dirinya nabi
perempuan atau merasa jadi anak tuhan yang perempuan. Ada yang memperdagangkan
pil setan dengan berkolaborasi, kerja sama lintas pertahanan dan keamanan. Ganti
wacana, guman ki dalang Sobopawon, diharut-marut keuangan negara yang diobati
dengan pengampunan pajak, muncul lelakon orang tanpa ilmu bisa menggandakan
uang.
Munculnya partai
politik, lahirnya partai politik di tahun 2016, menambah marak dendam politik
nasional. Ingat semboyan harian politis Nasional : “hari ini siapa yang akan
dimakan”. Opo tumon. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar