Selesaikan Kasus HAM Tanah Papua Secara Adat
Kasus pelanggaran HAM di
tanah Papua, dengan berbagai versi, kalah pamor dengan pemberitaan media massa
yang cenderung meneropong perilaku, tingkah lau, ulah laku pelaku politik atau
pekerja partai. Masalah HAM seolah menjadi menu harian, terlebih dengan ramuan
asing yang membawa angin surga. Faktor penyebab pelanggaran HAM tidak pernah
diungkap oleh pihak asing. Kehidupan umat beragama selalu diusik oleh tirani
mayoritas, tidak pernah diberitakan oleh media asing. Pengurasan kandungan alam
Papua oleh negara adikuasa, media asing dan pihak asing tutup mata dan diam
seribu bahasa.
Selain hak asasi manusia
(HAM), di tanah Papua dikenal juga pengertian adat, masyarakat adat, hukum
adat, masyarakat hukum adat, hak ulayat, orang asli Papua, penduduk provinsi
serta lambang daerah. Kepedulian maupun kewajiban pemerintah melalui kebijakan berupa
otonomi khusus, percepatan pembangunan, kawasan strategis nasional, kawasan
perbatasan negara malah menjadikan kasus HAM sebagai bola liar.
Mengingat makna Orang
Asli Papua (orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku
asli di tanah Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli
Papua oleh masyarakat adat Papua) serta Penduduk
tanah Papua (semua orang yang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan
bertempat tinggal di tanah Papua atau provinsi Papua dan provinsi Papua Barat)
maka segala persoalan internal mereka, seyogyanya diselesaikan secara adat.
Pemerintah dan khususnya pemerintah provinsi sampai pemerintah kabupaten/kota
hanya memfasilitasinya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar