Tanah Papua dan Kedaulatan Politik Luar Negeri
Politik yang berlaku di Indonesia sangat dinamis. Kedalam, khususnya kepada
rakyat tampak garang. Namun ketika berurusan dengan tamu asing, tampak garing. Terlebih
jika menghadapi intervensi politik dari negara asing. Kendati datang dari
negara yang masuk kategori negara sahabat. Mungkin di antara negara ASEAN,
Indonesia lebih mengedepankan dan mengutamakan sopan-santun politik.
Geger kasus politik luar negeri bukan ditengarai betapa Indonesia
melakukan bela negara. Bukan semacam ketika Indonesia bisa mengguncang dunia
dengan semangat Asia-Afrika. Tetapi lebih diwarnai berita ulah pejabat negara –
semacam kasus oknum Ketua DPR RI Setnov
ketika itu – atau kunker para anggota terhormat wakil rakyat.
Politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif lebi bersifat reaktif,
itupun hanya berwaktu hangat-hangat tahi ayam. Misal, menghadapi kasus TKI,
penyanderaan, posisi tawar Indonesia dianggap angin lalu. . Atau kita harus memaklumi bahwa ekses politik luar negeri bebas aktif,
menjadikan kita wajib mengkuti aturan main politik internasional. Politik tetap
politik.
Seolah
politik luar negeri Indonesia tergantung kebutuhan, permintaan dan harga pasar;
mengikuti arus dan aliran kuat; ditentukan siapa pemegang kendali; mentaati
aturan tak tertulis; manfaatkan jalur pendek non-protokoler. Tidak punya posisi
tawar walau mengandalkan jumlah penduduk masuk lima besar dunia.
Menghadapi ulah negara tetangga atas berbagai kejadian peristiwa di tanah Papua,
kita yakin diplomat Indonesia tidak hanya bersifat reaktif. Indonesia harus
mampu mendeteksi sedini mungkin gerakan asing yang ingin mengobok-obok urusan
dalam negeri, apalagi sampai melanggar kedaulatan politik. Daya poltitik
Indonesia harus mampu melakukan cegah tangkal modus operandi campur tangan
asing. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar