isu SARA dan bumbu humor politik
Politik itu memang ajaib. Paling tidak partai politik
menjelma menjadi kotak ajaib. Zaman Orde Baru, Golkar yang bukan partai politik
bisa menjadi pabrik jabatan apa saja. Kuningisasi bisa sampai mermbah pelosok,
sudut dan pojok udik. Tempat angker, yang mana darimana jin saja takut buang
anak di situ.
22 hari jadi menteri, dinonaktifkan, karena proses
manajemen. Karena proses manajemen pula dinobatkan kembali jadi wakil menteri. Ini
namanya baru Indonesia-ku. Indonesia-mu bagaimana kawan. Merombak barisan
pembantu presiden, memang hak prerogatif presiden. Dengan atau tanpa restu
wakil presiden. Siapa tahu periode yad, presiden sekarang dipilih jadi wakli
presiden. Semua serba mungkin kawan.
Kemelut politik Nusantara datang silih berganti. Seolah tergantung
selera tukang berita. Satu kejadian perkara bisa diberitakan dengan berbagai
versi, dengan kedalaman yang mengundang decak kagum. Yang seharusnya dirawat
malah diumbar. Yang seharusnya dibuka untuk umum, malah diraibkan demi
kepentingan yang lebih penting.
Sistem kanibal berlaku wajar tanpa pengeculaian pada kabinet
kerja Jokowi-JK. Semua jurus andalan dikeluarkan, agar kabinet kerja tetap
berjalan sesuai formulasi revolusi mental. Katakan, secara obrolan awam, orang mau masak tidak tahu mau masak apa. Semua
bahan disiapkan, semua bumbu diracik. Setiap tuakng masak bebas masak apa saja.
Pada waktu tertentu, semua hasil olahan disatukan. Dipilah dan dipilih sesuai
karaketer asal-usulnya. Jangan terpengaruh peribahasa “garam di laut, asam di
gunung, bertemu jua akhirnya”.
Pokoknya, daging binatang darat jangan dicampur dengan
daging binatang air. Bumbu yang hidup di bawah tanah jangan diauk-aduk jadi
satu dengan bumbu yang tumbuh di atas tanah. Masih banyak lagi aturan main.
Akhirnya, tiap tahun negara ini terpaksa mengulang menu
politik yang sama. Yang menjadikan dinamika dapur Nusantara, sang juragan koki
sudah siap dengan menu untuk periode berikutnya.
Rakyat hanya mampu mendoakan agar jangan sampai keselip
lidah. Lidah tergigit gigi sendiri. Maklum bumbu humor politik sudah tidak bisa diukur dengan takaran moral.
[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar