Halaman

Sabtu, 08 Oktober 2016

standar ganda revolusi mental, teh celup vs evolusi mukiyo



standar ganda revolusi mental, teh celup vs evolusi mukiyo

Ketika demokrasi Nusantara mencapai derajat presiden dipilih langsung oleh rakyat yang menggunakan hak pilihnya, peta politik semakin buram, bertambah suram. Aliran ideologi menjadi semakin semu. Diperparah, rekam jejak oknum ketua umum sudah ketahuan berapa belangnya. Partai politik tidak perlu ideologi. Mau aliran kanan, paham kiri, garis keras tengah, atau doktrin abu-abu tidak masalah. Yang penting jangan seperti “tikus mati di lumbung”.

Tidak perlu seperti “musang berbulu ayam”, bahkan berani terang-terangan menampilkan kemusangannya. Yang ditakuti oleh kawanan partai cuma satu, satu paket yaitu : kemiskinan, kelaparan, kebodohan. Kalau pembantu presiden 2014-2019 lapor harta kekayaan, kemungkinan siapa yang hartanya melimpah, apakah orang partai atau kalangan profesional.

Selera politik menjadikan periode 2014-2019 sebagai tabung reaksi. Formula ajaib politik dipakai ulang. Seperti tutur ki dalang Sobopawon, tokoh hitam di dunia wayang, masih kalah bersaing dengan pelaku, pekerja, pertugas, pegiat partai. Di panggung, industri, syahwat politik, tidak ada pembedaan jenis kelamin. Antara kaum hawa dengan kaum adam tidak dibedakan. Dan mereka sendiri tidak membedakan diri. Kalau sudah berurusan dengan pihak berwajib, minimal dipanggil sampai mempunyai keputusan hukum yang tetap, mereka ahli memanipulasi diri. Mendadak alim, berhiba-hiba merasa sebagai korban kezaliman lawan politiknya.

Nyaris lupa, paket miskin, lapar, bodoh yang kawanan parpolis alergi, menjadikan mereka sangat piawai dalam memanfaatkan masa kekuasaannya. Apalagi kalau masuk kategori penyelenggara negara. Akibat menang di pesta demokrasi. Opo tumon. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar