Halaman

Selasa, 10 Mei 2022

frasa saraf, pemufakatan jahat vs kompromi politik

 frasa saraf, pemufakatan jahat vs kompromi politik

 Jadi, jadinya seperti menyangkut kejadian adab, adat, arief bernegara. Praktik bernegara menentukan status, sistem, struktur ketatanegaraan. Dominasi urusan eksternal yang menjadi karakter negara berkembang. Nusantara tidak berhak demikian. Bahkan lebih daripada itu. Bukti santai kasat mata pada pola multipartai, mégabencana politik. Diperkuat fakta bahwa politik selalu agama bumi.

Jangkitan penyakit politik bersaing ketat dengan agresi pandemi covid-19. Jurus ampuh terasa umur teknis tak jauh-jauh dari rapuh diri. Kita orang, maunya serba mau, ada maunya. Makan pakai tanduk plus jangan, bilamana perlu ganti piring untuk uji coba menu di meja sebelah. Persaingan rebut kedudukan tempat pijakan yang bebas hukum.

Kembali ke laptop, simak judul “sing jahat pinter anjilat tur oleh hajat”, date modified 10/27/2018 1;02 PM. Betul dan nyaris tak salah, judul di atas dicuplik bebas dari Ramalan Jangka Jayabaya. Bahasa Jawa lah, sesuai lokasi kejadian perkara dan sejarah. Yakin saja kalau lawan kata, antonim ‘jahat’ adalah ‘baik’. Sesuai kamus bahasa. Lawan kata ‘baik’ adalah ‘buruk’.

Agar tak melantur maupun melentur bebas bersyarat. Ayo fokus ke kata ‘jahat’. Bukan kebetulan dibolak-balik bisa menjadi ‘hajat’, ‘jatah’. Kata ‘hajat’ bahasa Indonesia jelas beda atau tak sama dengan milik bahasa Jawa. Mungkin. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar