tegaknya bangsa dan
negara melalui doa, operasi senyap dan tindakan nyata rakyat
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA - Rabu, 16 September 2015, 19:49
WIB - Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution
mengaku sudah memprediksi terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin bertambah
860 ribu jiwa selama enam bulan dalam periode September 2014-Maret 2015.
"Memang ada
perkiraan bakal begini (tingkat kemiskinan naik). Makanya, pemerintah sudah
menyusun banyak program mengatasinya," kata Darmin di kantornya, Rabu
(16/9/2015).
Darmin mengatakan,
penyebab meningkatnya angka kemiskinan karena jatuhnya harga komoditas akibat
melambatnya ekonomi global. Banyak masyarakat yang menanam karet, kelapa sawit,
kopi dan komoditas lainnya akhirnya tergerus pendapatannya akibat harga
komoditas jatuh.
Faktor penting
lainnya yang menentukan tingkat kemiskinan adalah harga pangan. Darmin mengakui
harga pangan terutama beras cenderung meningkat. Menurut data BPS, harga beras
memang menjadi penyumbang utama meningkatnya angka kemiskinan.
"Pendapatan
masyarakat turun, harga pangan tidak turun. Maka dampaknya angka kemiskinan
naik," ucap Darmin.
- - - - - - - - -
Membaca cuplikan berita di atas,
seolah ada dua kutub di Indonesia, yaitu penduduk dan pemerintah. Kita yakini
sesuai UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, fokus pada Pasal 1, ayat 1, disuratkan
: Pemerintah pusat, selanjutnya
disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Singkat kata, Pemerintah sulit
untuk jatuh miskin, pailit apalagi bangkrut secara ekonomi. Bagaimana dengan ‘negara’?
Apakah penyelenggara negara bisa terbelit utang karena miskinnya. Apakah oknum pejabat
negara bisa mengalami kelaparan akibat gaji, tunjangan kehormatan dan jabatan
yang tidak layak. Siapa ‘pejabat negara’? Kita bisa mengacu UU 28/1999 yaitu Penyelenggara Negara adalah Pejabat
Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan
pejabat lain yang funsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jangan heran jika DPR akan format ulang gaji pejabat negara. Artinya,
gaji,
tunjangan kehormatan dan jabatan akan disesuaikan tiap tahun. Ada tiga
parameter yang menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk mendongkrak nilai
tunjangan. Ketiga pertimbangan itu adalah laju pertumbuhan ekonomi, inflasi,
serta daya beli masyarakat. Jangan disimpulkan, jika daya beli masyarakat turun
atau naiknya angka kemiskinan karena pendapatan masyarakat turun, menjadi
faktor pertimbangan gaji pejabat negara otomatis tiap tahun akan naik.

Masalahnya, siapa yang akan
memformat ulang pendapatan masyarakat?
Apa korelasi, hubungan, keterkaitan yuridis formal maupun kenyataan
di lapangan antara penduduk dengan bangsa dan negara. Kita bisa menyimak UUD
1945 perubahan kedua, khususnya Pasal 28C butir (2) :
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.”
Sudah lumrah dan
lazim jika orang gemar menagih hak-nya daripada melaksanakan, mewujudkan
dan mempraktekkan kewajibannya secara nyata. Namun jangan lupa, di luar jam
kerja pemerintah, di luar jam praktek pejabat negara, masih terdapat rakyat
yang sibuk bekerja. Di jalanan, angkutan malam hari menjaring penumpang yang
pulang lembur. Kios bensin eceran, jual rokok, minuman dalam kemasan, makanan
ringan masih setia menunggu pembeli. Sebelum fajar berkibar, pemulung sibuk
bongkar bak sampah, mengumpulkan barang bekas layak jual. Pasar tradisional
gelar dagangan sebelum pembelinya bangun. Makhluk malam hari sebagai pelaku ekonomi
rakyat. Mereka bukan pejabat formal, yang mendedikasikan kehidupannya untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negara.
Kehidupan malam
hari, terutama di ibukota negara, bisa mempengaruhi kegiatan pemerintah.
Kehidupan malam hari memang ada yang bersifat hura-hura. Kehidupan malam
menjadi ajang bergensi berbagai transaksi. Bahkan terdapat presiden malam hari,
sampai bupati/walikota malam hari.
Rasanya ada yang berbeda antara makna ‘negara’ dengan hakikat ‘pemerintah’.
Kebetulan fakta ini dinyatakan melalui UUD 1945 perubahan kedua, khususnya
Pasal 28I
butir (4) :
“Perlindungan, pemajuan,
penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah.”
- - - - - - - - -
Sabda Rasulullah SAW, tegaknya Negara ditunjang empat
pilar. Pertama, bi’ilmil ulama (dengan ilmu ulama). Negara bisa tegak
dengan benar bila ditunjang peran ulama. Kedua, bi-adillatil umaro
(dengan keadilan para pemimpin/pejabat negara / pemerintah/ penguasa). Ketiga, bisaqoowatil
aghniyaa, peran para aghniya (orang-orang kaya)/para konglomerat/pengusaha/taipan/pemodal
yang memberikan kontribusi kepada pemerintah / negara. Keempat, bidu’aail
fuqoroo-i wal masaakiin, doanya orang-orang lemah.
Pemerintah/Negara bisa tegak bila didukung mustadh’afin
(orang-orang yang lemah, penduduk awam, masyarakat berpenghasilan rendah, rakyat
jelata, warga negara papan bawah). Bila Pemerintah/Negara ditopang dan keempat
pilar ini bersinerji jadi satu, maka Pemerintah/Negara akan menjadi Pemerintah/Negara
yang didambakan, Negara yang Baldatun thoyyibatun warobbun ghofur. Walau
pun itu hanya fondasinya saja dengan empat dasar/pilar. (diolah dari sumber “Tegaknya Negara dengan Empat Pilar”, KH Drs Abdul Kohir MSi, Selasa, 22 Desember 2009). [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar