revolusi
mental Nusantara dan pelestarian minuman setan
Secara historis, minuman
keras (miras) maupun minuman beralkohol (minol) sebagai alat efektif penjajah
untuk membuat kaum pribumi lupa diri, sehingga semangat ingin merdeka menjadi
pupus sebelum tunas. Sekarang, miras/minol menjadi multimanfaat, multiefek dan
multiasas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Kendati belum terendus modus
operandi kartel miras/minol, kenyataan di lapangan, malah menjadi komoditas
pemerintah daerah sebagai andalan untuk mendongkrak PAD (pendapatan asli daerah).
Jangan heran jika terjadi pembiaran bahkan melegalkan prosesi miras/minol dari
hulu hingga hilir oleh pemerntah daerah.
Terlebih Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana akan
merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.04/PDN/PER/4/2015
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan
Minuman Beralkohol Golongan A, semakin membuktikan bahwa miras/minol masuk
nomenklatur barang dagangan bebas. Tak tersentuh hukum bahkan menjadi “barang
langka” yang harus dilindungi.
Produk
mancanegara dengan dalih perdagangan bebas dunia, bebas melenggang masuk dan
terpajang di warung/kios kaki lima.
Malam hari pun tak sulit untuk membelinya. Penenggak/peminum miras/minol merasa
sebagai gaya hidup, gengsi dan gaul. Menjadi pencitraan diri sebagai makhluk
modern.
Prduk
lokasl dalam negeri, bahan baku miras/minol oplosan mudah didapat di toko
terdekat secara eceran. Ironis, si pengoplos biasanya bukan peminum, hanya
produsen lokal, industri kreatif rumah tangga atau usaha mandiri. Masalahnya
bukan maraknya miras/minol opolosan yang mungkin menjadi ciri suatu komunitas
adat, tetapi pada masih banyaknya peminum dan calon peminum. Korban jiwa akibat
menegak miras/minol oplosan, seolah menjadi arisan berita atau pengisi acara di
TV, itupun yang terliput. Aparat sering kecolongan, kekurangan tenaga untuk
mengkontrol produksi, peredaran, penjualan, dan khususnya pada pengguna akhir
atau peminum. Korban jiwa malah dianggap sebagai “kesalahan teknis”, bukan
salah kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Penjajah zaman
sekarang dengan berbagai skenario, modus operandi, cara dan akal secara terstruktur, sistematis dan
berkelanjutan membentuk generasi alkohol. Penjajah masuk memanfaatkan mental
anak bangsa yang merasa belum merdeka, melalui pejabat negara yang menghalalkan
segala cara untuk mencapai tujuan.
Kendati
agama samawi/agama langit sudah memposisikan miras/minol lebih banyak efek
negatifnya, mudharatnya nyata sebagai minuman setan, sampai Islam menegaskan
keharamannya. Di negara berdasarkan Pancasila, sila pertama malah menjadi
sekedar jargon politik. Pancasila hanya diingat atau diperingati hari
kelahirannya. Revolusi Mental tidak menyoal kadar reliji anak bangsa, tidak
menyentuh kadar islami pemimpin bangsa. Revolusi Mental hanya perwujudan fungsi
kepentingan politik pihak yang sedang berkuasa. Para ulama nampaknya lebih
gemar main politik atau mengkritisi kebijakan pemerintah.
Di
era Reformasi yang semakin kebablasan, keblusuk-blusuk orang mabuk bukan hanya karena
menenggak miras/minol melebihi takaran. Obat anti mabuk tidak mempan untuk
anggota Polri, karena yang tersedia adalah anti mabuk darat, laut dan udara. Polri
bukannya tidak bisa “mabuk”, bahkan dengan sadar diri sebagai aparat penegak
hukum bisa membuat bangsa dan negara mabuk sempoyongan. Orang bisa mabuk
jabatan, mabuk pangkat, mabuk kekuasaan, mabuk harta, mabuk jelita, mabuk
politik bahkan sampai mabuk yang belum ada kategorinya.
Berita melalui media massa tidak
berdampak sistemik bagi calon korban miras/minol. Gubernur dan bupati/walikota dan
aparat lokal yang merasa wajib melaksanakan kewajiban secara total, tanpa
komando dan kendali, akan memperhatikan nasib masa depan anak
bangsa dengan berbagai tindakan nyata. Bekerja sama dengan semua pihak yang
peduli, tanggap dan peka untuk mengawasi prosesi miras. Jangan hanya mengandalkan produk hukum yang
melarang miras, yang penting aksi di lapangan untuk memberantas miras/minol
tanpa menunggu korban jiwa. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar