Halaman

Sabtu, 19 September 2015

revolusi mental Nusantara dan pelestarian minuman setan

revolusi mental Nusantara dan pelestarian minuman setan

Secara historis, minuman keras (miras) maupun minuman beralkohol (minol) sebagai alat efektif penjajah untuk membuat kaum pribumi lupa diri, sehingga semangat ingin merdeka menjadi pupus sebelum tunas. Sekarang, miras/minol menjadi multimanfaat, multiefek dan multiasas dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Kendati belum terendus modus operandi kartel miras/minol, kenyataan di lapangan, malah menjadi komoditas pemerintah daerah sebagai andalan untuk mendongkrak PAD (pendapatan asli daerah). Jangan heran jika terjadi pembiaran bahkan melegalkan prosesi miras/minol dari hulu hingga hilir oleh pemerntah daerah. Terlebih Kementerian Perdagangan (Kemendag) berencana akan merelaksasi Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.04/PDN/PER/4/2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol Golongan A, semakin membuktikan bahwa miras/minol masuk nomenklatur barang dagangan bebas. Tak tersentuh hukum bahkan menjadi “barang langka” yang harus dilindungi.

Produk mancanegara dengan dalih perdagangan bebas dunia, bebas melenggang masuk dan terpajang di warung/kios kaki lima. Malam hari pun tak sulit untuk membelinya. Penenggak/peminum miras/minol merasa sebagai gaya hidup, gengsi dan gaul. Menjadi pencitraan diri sebagai makhluk modern.

Prduk lokasl dalam negeri, bahan baku miras/minol oplosan mudah didapat di toko terdekat secara eceran. Ironis, si pengoplos biasanya bukan peminum, hanya produsen lokal, industri kreatif rumah tangga atau usaha mandiri. Masalahnya bukan maraknya miras/minol opolosan yang mungkin menjadi ciri suatu komunitas adat, tetapi pada masih banyaknya peminum dan calon peminum. Korban jiwa akibat menegak miras/minol oplosan, seolah menjadi arisan berita atau pengisi acara di TV, itupun yang terliput. Aparat sering kecolongan, kekurangan tenaga untuk mengkontrol produksi, peredaran, penjualan, dan khususnya pada pengguna akhir atau peminum. Korban jiwa malah dianggap sebagai “kesalahan teknis”, bukan salah kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Penjajah zaman sekarang dengan berbagai skenario, modus operandi, cara dan akal  secara terstruktur, sistematis dan berkelanjutan membentuk generasi alkohol. Penjajah masuk memanfaatkan mental anak bangsa yang merasa belum merdeka, melalui pejabat negara yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Kendati agama samawi/agama langit sudah memposisikan miras/minol lebih banyak efek negatifnya, mudharatnya nyata sebagai minuman setan, sampai Islam menegaskan keharamannya. Di negara berdasarkan Pancasila, sila pertama malah menjadi sekedar jargon politik. Pancasila hanya diingat atau diperingati hari kelahirannya. Revolusi Mental tidak menyoal kadar reliji anak bangsa, tidak menyentuh kadar islami pemimpin bangsa. Revolusi Mental hanya perwujudan fungsi kepentingan politik pihak yang sedang berkuasa. Para ulama nampaknya lebih gemar main politik atau mengkritisi kebijakan pemerintah.

Di era Reformasi yang semakin kebablasan, keblusuk-blusuk orang mabuk bukan hanya karena menenggak miras/minol melebihi takaran. Obat anti mabuk tidak mempan untuk anggota Polri, karena yang tersedia adalah anti mabuk darat, laut dan udara. Polri bukannya tidak bisa “mabuk”, bahkan dengan sadar diri sebagai aparat penegak hukum bisa membuat bangsa dan negara mabuk sempoyongan. Orang bisa mabuk jabatan, mabuk pangkat, mabuk kekuasaan, mabuk harta, mabuk jelita, mabuk politik bahkan sampai mabuk yang belum ada kategorinya.

Berita melalui media massa tidak berdampak sistemik bagi calon korban miras/minol. Gubernur dan bupati/walikota dan aparat lokal yang merasa wajib melaksanakan kewajiban secara total, tanpa komando dan kendali,    akan memperhatikan nasib masa depan anak bangsa dengan berbagai tindakan nyata. Bekerja sama dengan semua pihak yang peduli, tanggap dan peka untuk mengawasi prosesi miras.  Jangan hanya mengandalkan produk hukum yang melarang miras, yang penting aksi di lapangan untuk memberantas miras/minol tanpa menunggu korban jiwa. [HaeN] 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar