Halaman

Jumat, 11 September 2015

hukum, semakin jauh dari Jakarta semakin tumpul

hukum, semakin jauh dari Jakarta semakin tumpul

Sebagai negara hukum, negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Serta bahwa Pemerintah berkewajiban melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum.

Bahkan Pemerintah mempunyai tugas untuk memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dengan rukun, lancar, dan tertib.

Sampai tingkat kepala daerah dan wakil daerah di provinsi, kabupaten/kota, ada pasal yang mengatur tugas dan kewajiban, seperti Peraturan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 tahun 2006 dan Nomor 8 tahun 2006 tentang “PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS KEPALA DAERAH/WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, DAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT”.

Ironis tetapi wajar, kalau di tata niaga, ongkos transportasi barang/pangan dibebankan pada harga jual. Semen yang diangkut dari pulau Jawa ke pulau Papua, di toko setempat harga jualnya berlipat dibanding harga eceran tertinggi.

Ironis, tetapi sangat tidak wajar, jika produk hukum sampai ke pihak yang berwajib di tingkat kabupaten/kota, tanpa ongkos kirim/angkut, sesampainya di konsumen harga jualnya malah anjlok. Nyaris tak berlaku. Apalagi sampai di kabupaten Tolikara, provinsi Papua. Jangan-jangan yang berlaku adalah hukum rimba, hukum sesuai asas tirani mayoritas.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar