Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) adalah alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta
memberikan pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Paradigma lama Polri menganggap bahwa kejahatan itu adalah penyakit sosial, sebagai suatu anomali yang harus diberantas. Apakah ada
beda antara “penyakit sosial” dengan “penyakit masyarakat” (acap dikenal
sebagai pekat). Wewenang Polri a.l. mencegah dan menanggulangi
tumbuhnya penyakit masyarakat (antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan
obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah
darat, dan pungutan liar.).
Tindakan kepolisian adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain
menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum
serta terbinanya ketenteraman masyarakat. (UU 2/2002 tentang “Kepolisian
Negara Republik Indonesia”).
Tak heran jika Polri menghimbau masyarakat agar waspada, tidak memberi peluang,
waktu dan ruang gerak pelaku tindak pidana kejahatan. Polri berasumsi bahwa kejahatan
hanya muncul dan timbul dari niat dan kesempatan. Tidak ada faktor lain yang
memacu dan memicu tindak pidana kejahatan.
Paradigma baru Polri memposisikan proses kejadian kejahatan sebagai produk
komunitas Di bawah paradigma baru, kompleksitas masalah lebih rumit dibanding sekadar niat dan kesempatan. Terkadang daya juang Polri selalu kalah
selangkah dibanding “kinerja” penjahat. Tindakan kepolisian selama ini seolah bukan
tebang pilih, cuma tak mau karena
mengurus urusan yang sepele, bak membenturkan diri ke tembok. Kejahatan benar-benar menjadi “a
mirror of civilization.”
Jangan lupa memahami makna lambang Polri. Difilosofikan bahwa warna hitam adalah lambang keabadian dan sikap tenang mantap yang
bermakna harapan agar Polri selalu tidak goyah dalam situasi dan kondisi
apapun; tenang, memiliki stabilitas nasional yang tinggi dan prima agar dapat
selalu berpikir jernih, bersih, dan tepat dalam mengambil keputusan.
Singkat kata, rekam jejak Polri pasca Reformasi, baik
yang sempat direkam dan disiarkan/ditayangkan oleh proses rekayasa kefasikan
media massa atau sengaja dimangkrakkan, mungkin ada bukti lain, atau ada kajian
akademis yang lebih mampu membuktikan judul artikel ini. Semoga. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar