otoritas
dan monopoli tuan rumah ibadah haji
Secara kronologis historis
reliji, kerajaan Arab Saudi sebagai tempat geografis administrasi teritorial dan
lokasi kejadian peristiwa yang melandasi tindakan ibadah haji. Walhasil, pemerintah
kerajaan Arab Saudi selalu sebagai tuan rumah tunggal, mengantongi hak penuh
atau monopoli sekaligus sebagai pemegang otoritas pelaksana penyelenggaraan
ibadah haji.
Secara kuantitas, calon jamaah
haji dari berbagai negara selalu bertambah dan meningkat. Kendati kuota dalam
persentase relatif tidak berubah. Belum terhitung haji lokal atau dari negara
tetangga. Apalagi saat haji akbar, menjadi daya tarik khusus.
Secara kualitas, calon
jamaah haji didominasi jamaah pemula. Bisa terjadi calon jamaah haji asal Indonesia
ada yang belum familiar dengan bepergian jauh dan naik pesawat. Ada yang belum
terbiasa meninggalkan rumah dalam waktu lama. Ada yang belum akrab pergi
bersama dalam rombongan bareng orang lain, yang mungkin belum saling kenal. Ada
yang usia masuk kategori warga usia lanjut. Faktor kesehatan dan rekam jejaknya
ikut ambil bagian. Tidak bisa meninggalkan adat istiadat lokal di negeri orang.
Mengingat Islam sebagai
agama universal, mendunia, memang selayaknya ada panitia bersama haji. Misal,
ada OKI atau sebutan lainnya. Atau melibatkan secara aktif negara dengan jumlah
calon jamaah haji yang besar. Pengalaman
sebagai guru yang pantas dipertimbangkan. Apalagi praktek agama Islam
mengutamakan selamat dunia akhirat.
Mengingat peta politik dunia
menengarai Arab Saudi, kendati punya
senjata minyak, bukan sebagai negara yang patut diperhitungkan. Banyak kepentingan
yang mengintervensi acara rutin tahunan pelaksanaan ibadah haji. Bahasa
terangnya, ada negara, bangsa, pihak tertentu yang menghendaki agar Islam tidak
berkembang. Berbagai modus operandi, rekayasa dan konspirasi mereka lakukan,
khususnya pada acara massal umat Islam sedunia pada waktu bersamaan dan
terutama berada di satu lokasi. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar