Halaman

Senin, 01 Juni 2015

islah partai politik, isin ngalah vs isané polah

islah partai politik, isin ngalah vs isané polah

Bukan tanpa sebab jika di tubuh suatu partai politik subur dengan konflik internal, khususnya dalam pemilihan ketua umum. Tak terkecuali parpol peninggalan zaman Orde Baru. Bedanya, PDI-P sudah menjadi perusahaan dan industri politik keluarga., bisa-bisa okum ketua umum bisa menjadi ‘presiden partai’ seumur hidup.

Nasib PG (Partai Golongan Karya) dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang telah ‘melahirkan’ berbagai partai politik atau karena tidak betah antri, banyak kader PG dan PPP menyempalkan diri dengan mendirikan partai.

Bagi oknum parpol yang sabar antri, tetapi tidak punya nyali mendirikan partai, dengan dalih AD dan ART partai mengadakan musyawarah nasional. Tujuan utamanya adalah melengserkan ketua umum secara konstitusional. Seperti yang telah dipraktekkan oleh PPP dan PG.

Ketika jabatan ketua umum partai otomatis maju sebagai calon presiden di pesta demokrasi, menjadikan aroma irama dan syahwat politik semakin kental. Sarat dengan kepentingan politik individu maupun golongan. Imbas, efek dan dampaknya pada pengurus parpol di tingkat daerah sampai lokal. Ujung-ujungnya, nasib rakyat dipertaruhkan. Seperti kasus luberan lumpur Lapindo, yang tak kunjung surut.

Munculnya kubu, loyalis maupun penggembira di tubuh PG dan PPP semakin membuktikan betapa jabatan capres begitu menggairahkan, sebagai daya tarik yang dominan. Menghadapi pilkada serentak Desember 2015, PG kebakaran jenggot. Golkar yang selama zaman Orba menjadi kendaraan politik Soeharto, namun di era Reformasi malah tidak mampu meluncurkan presiden sendiri.


Islah yang dilakukan karena isin ngalah. Artinya malu untuk mengalah. Karena dua oknum ketua umum PG memahami makna wong ngalah dhuwur wekasané” menjadi wong ngalah dhuwur rekasané”. Paling tidak menterjemahkan islah menjadi isané polah. Bisanya bertingkah. Artinya . . .  Pikir sendiri. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar