KETIKA WAKIL
RAKYAT MANDUL
Diakui oleh sejarah,
alih orde, Orde Lama ke Orde Baru, diawali dengan turunnya rakyat ke jalan.
Bukan berarti, setiap demonstrasi dengan pengerahan masa sebagai aksi unjuk
rasa dan unjuk raga sarat dengan berbagai kepentingan akan mendatangkan
manfaat. Jalan raya sebagai fasilitas umum dijadikan ajang bebas bersuara. Berbagai
kepentingan bisa bersatu padu atau malah menjadi biang konflik horizontal.
Maraknya demontrasi,
menunjukkan adanya kondisi yang kontradiktif, yaitu :
Pertama, mandulnya
sistem perwakilan rakyat, sehingga rakyat harus turun tangan sendiri. rakyat. Wakil
rakyat waktunya tersita habis untuk melaksanakan fungsi legislasi, anggaran dan
pengawasan. Rakyat memperjuangkan nasibnya secara mandiri. Rakyat pemilik lahan
jadi umpan peluru aparat keamanan atau jadi karung tinju hidup, ketika
mempertahankan hak atas tanahnya. Pengusaha, penguasa (pemerintah kabupaten/ kota),
aparat keamanan menjadi satu kubu menghadapi rakyat. Dampak kebijakan yang
tidak pro-rakyat, rawan konflik, bak bom waktu atau senjata makan tuan.
Kedua, sebagai negara demokratis
dengan dasar kebebasan menyatakan pendapat, aspirasi, opini atau bentuk
perlawanan yang terorganisir. UU 39/1999 tentang “HAK ASASI MANUSIA” telah
menyuratkannya dalam :
Pasal 23
2. Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan
pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media
cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan,
ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Pasal 25
Setiap orang berhak
untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Demontrasi
mengatasnamakan rakyat, misal anti kenaikkan harga BBM, belum tentu dapat
simpati dan dukungan rakyat. Terlebih jika kawanan demonstran berubah menjadi
raja jalanan. Pergerakan massa akan berakhir anarkis karena selain dibingkai
dalam kepentingan politik sesaat dan sesat, juga tidak jelasnya sasaran dan
tujuan demonstrasi. Pihak yang tidak berkepentingan malah menjadi korban.
Demonstrasi bisa sebagai
langkah awal, dapat sebagai terapi kejutan, boleh sebagai alternatif terakhir
untuk berjuang, serta dilaksanakan secara bermarbat, bukan sebagai sarana
pemaksaan kehendak. [HaeN]. 29nov2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar