Halaman

Jumat, 19 Juni 2015

ketika wakil rakyat mandul

KETIKA WAKIL RAKYAT MANDUL

Diakui oleh sejarah, alih orde, Orde Lama ke Orde Baru, diawali dengan turunnya rakyat ke jalan. Bukan berarti, setiap demonstrasi dengan pengerahan masa sebagai aksi unjuk rasa dan unjuk raga sarat dengan berbagai kepentingan akan mendatangkan manfaat. Jalan raya sebagai fasilitas umum dijadikan ajang bebas bersuara. Berbagai kepentingan bisa bersatu padu atau malah menjadi biang konflik horizontal.

Maraknya demontrasi, menunjukkan adanya kondisi yang kontradiktif, yaitu :

Pertama, mandulnya sistem perwakilan rakyat, sehingga rakyat harus turun tangan sendiri. rakyat. Wakil rakyat waktunya tersita habis untuk melaksanakan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Rakyat memperjuangkan nasibnya secara mandiri. Rakyat pemilik lahan jadi umpan peluru aparat keamanan atau jadi karung tinju hidup, ketika mempertahankan hak atas tanahnya. Pengusaha, penguasa (pemerintah kabupaten/ kota), aparat keamanan menjadi satu kubu menghadapi rakyat. Dampak kebijakan yang tidak pro-rakyat, rawan konflik, bak bom waktu atau senjata makan tuan.

Kedua, sebagai negara demokratis dengan dasar kebebasan menyatakan pendapat, aspirasi, opini atau bentuk perlawanan yang terorganisir. UU 39/1999 tentang “HAK ASASI MANUSIA” telah menyuratkannya dalam :
Pasal 23
2.    Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demontrasi mengatasnamakan rakyat, misal anti kenaikkan harga BBM, belum tentu dapat simpati dan dukungan rakyat. Terlebih jika kawanan demonstran berubah menjadi raja jalanan. Pergerakan massa akan berakhir anarkis karena selain dibingkai dalam kepentingan politik sesaat dan sesat, juga tidak jelasnya sasaran dan tujuan demonstrasi. Pihak yang tidak berkepentingan malah menjadi korban.


Demonstrasi bisa sebagai langkah awal, dapat sebagai terapi kejutan, boleh sebagai alternatif terakhir untuk berjuang, serta dilaksanakan secara bermarbat, bukan sebagai sarana pemaksaan kehendak. [HaeN]. 29nov2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar