revolusi mental Nusantara vs mental nasi goreng KIH
Humor berbasis satire
(satire adalah gaya bahasa yang dipakai dl kesusastraan untuk menyatakan
sindiran thd suatu keadaan atau seseorang; bisa sebagai sindiran atau
ejekan) tentang nasi goreng sangat tepat untuk menggambarkan revolusi
mental yang sedang bergulir. Humor satire nasi goreng, bermakna dua sisi atau
dua arah yang berbeda. Satu sisi menyiratkan
watak pembeli dalam memanfaatkan kesederhanaan penjual. Sisi yang lain menyuratkan
watak penjual menyiasati banyaknya peminta.
Di industri
politik Nusantara, yang sedang mendendangkan revolusi mental, ternyata sedang
terjadi strategi politik nasi goreng. KIH dengan senang hati mempraktekkan pola
ini.
Pertama, jika
calon pembeli bertanya ke abang penjual nasi goreng : “sepiring berapa bang?”. “Sepuluh
ribu”, jawab penjual. “Kalau nasi sendiri berapa bang”, lanjut tanya calon
pembeli”. Seperti humor yang sudah beredar resmi di tanah Jawa, jawaban abang penjual
: “gratis pak”. Apa yang terjadi, bisa digambar liwat komik lebih atraktif. Kalau
humor ala Madura, akan terasa lebih dinamis dan sadis.
Kedua, jika kita
makan di warung yang berjajar menyita trotoar. Saat pesan nasi goreng lebih
lama dibanding pesan nasi dengan lauk tinggal tunjuk. Hitung punya hitung,
secara berseloroh diriwayatkan bahwa mengapa lama menggorengnya. Karena tukang
goreng sedang mengumpulkan nasi sisa dari piring bekas makan. Nasi dikumpulkan,
tanpa dicuci, langsung sebagai bahan baku nasi goreng.
Walhasil, dengan
analisa pertama, banyak parpol dari KIH maupun KMP, begitu tahu kalau membawa
kader sendiri (baca: keluarga) ikut “beli’ pesta demokrasi ternyata gratis. Atau
beli sepiring nasi goreng, titip nasi sendiri sepiring untuk ditambahcampurkan. Paling-paling
tambah biaya bumbu dan ongkos tukang. Betapa banyak oknum ketum parpol atau
kandidat petahana dalam pilkada membawa keluarga besarnya, yang ada hubungan
darah atau akibat perkawinan.
Walhasil, waktu
presiden menggodok siapa yang layak dinobatkan jadi pembantu presiden, butuh
waktu lama. Tak heran, khususnya dari KIH, menyodorkan nama kader parpol berstandar
kualitas sisa. Walau bukan apkiran, atau sisa ekspor.
Jangan dibayangkan
jika terjadi kombinasi kedua analisa humor nasi goreng. Anak bandar politik
disodorkan untuk maju jadi pembantu presiden atau anak oknum ketum parpol
dikarbit/diorbitkan masuk bursa caleg. [HaeN].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar