penetapan 1 Ramadhan, tergantung
niat dan itikad berbasis ukhuwah serta kemashlahatan umat
Ironis, umat Islam Indonesia yang
menyandang status penyelenggara negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif);
yang sibuk dan aktif di jalur politik; yang merasa bisa berbuat banyak melalui kendaraan
organisasi kemasyarakatan; yang merasa bisa berkiprah, berkontribusi
nyata dan berkinerja jika menguasai media masa; yang merasa bisa bebas aktif dengan memilih jalur
bebas hambatan atau apapun bentuk wadahnya, ternyata lebih patuh dan taat pada
aturan main lokal. Lebih menjalankan, bahkan mengutamakan prosedur operasi
standar yang menjadi rambu hukum berorganisasi. Terjebak dan terbelenggu pasal
hukum buatan sendiri, bak memakai kaca mata kuda.
Tidak salah, jika umat Islam bangga dengan atribut, busana kebesaran
organisasi, sejarah masa lampau dan jargonnya. Menghadapi masalah bangsa,
negara dan masyarakat lebih mengedepankan selera dan ambisi organisasi. Bahkan untuk
menegakkan pasal dalam hukum Allah, mendadak banyak pihak menjadi ahli
berdebat, cakap berdalih, mahir berargumentasi, andal berbaku mulut. Mendewakan
akal dan nalar, penetapan awal Ramadhan, awal Syawal menjadi ajang pamer derajat
keislaman, ajar pamer kefasihan beragama. Ujung-ujungnya malah semakin jauh
dari semangat ukhuwah, semangat mewujudkan kemashlahatan umat, karena
mengutamakan urusan dunia.
Sudah saatnya umat Islam Indonesia mengutamakan urusan dengan Allah. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar