Halaman

Senin, 29 Juni 2015

Bukti Jokowi Dikendalikan Megawati

 Politika     Dibaca :146 kali , 0 komentar
Bukti Jokowi Dikendalikan Megawati
 Ditulis : Herwin Nur 14 April 2015

Jika kita membaca judul berita “Mega Peringatkan Jokowi” yang terpajang di halaman depan Republika, Jumat, 10 April 2015, jangan ditafsirkan sebagai bentuk cinta Mega kepada nasib Nusantara. Jangan diartikan bentuk kepedulian, kepekaan dan daya tanggap Mega - sebagai mantan wapres/mantan presiden 1999-2004 maupun bekas capres 2004 dan 2009 – terhadap Jokowi sebagai penggantinya. 
Judul di atas, sangat pas jika dibaca dengan kaca mata rakyat. Tersurat sekaligus tersurat bahwa Mega sebagai bandar politik sedang mengingatkan petugas partai atau sang kurir politik, Joko Widodo, agar yangbersangkutan  tak lepas dari pakem PDIP. Agar Jokowi dalam berkaraoke politik tetap fokus mengkuti lirik di layar. Jangan berimprovisasi atau terlebih jangan jalan sendiri. 
BADUT POLITIK 
“Presiden dan wakil presiden memang sudah sewajarnya menjalankan garis kebijakan politik partai,” kata Megawati dalam pidato berapi-api di depan ribuan kader dalam pembukaan Kongres IV PDI Perjuangan, di Sanur, Bali, Kamis (9/4). Ia mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi, partai politiklah yang mengusung calon presiden. 
Megawati mengingatkan, ketika dia secara langsung memberikan mandat kepada Jokowi sebagai calon presiden, Jokowi terikat dengan komitmen ideologis PDIP, di antaranya kepemimpinan trisakti, kepemimpinan yang membawa negara berdaulat dan berkepribadian budaya. 
Ia mengakui bahwa selain parpol, ada kekuatan-kekuatan relawan dari luar partai yang juga turut berjuang memenangkan Presiden Jokowi. Dalam kampanye, kata Megawati, pihak-pihak tersebut menyatakan berjuang untuk rakyat demi terpilihnya pemimpin terbaik. 
Alenia kedua, ketiga dan keempat berita ini menunjukkan kadar politik Megawati. Artinya, presiden dan wakil presiden tidak berhak membuat kebijakan negara, kebijakan pemerintahan. Jokowi dan JK tinggal melaksanakan secara total kebijakan partai politik (baca : kebijakan PDIP). 
‘Megawati mengingatkan, ketika dia secara langsung memberikan mandat kepada Jokowi sebagai calon presiden’, berkesan Megawati sangat berjasa dalam menjadikan Jokowi sebagai presdien RI 2014-2019. Memakai lawakan zaman Srimulat, muncul jargon “untung ada saya”. 
PENUMPANG GELAP 
Namun, dalam perjalanannya, kata Megawati, terlihat kepentingan-kepentingan di balik dukungan tersebut. “Kepentingan yang menjadi penumpang gelap untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan,” kata Megawati. 
Ia juga mengatakan ada upaya pemunculan gerakan deparpolisasi atau mengikis peran partai politik dalam pemerintahan Presiden Jokowi. Menurutnya, ada pihak yang mengatasnamakan independensi, selalu mengatakan partai adalah beban demokrasi. Megawati meyakini, ada kekuatan antipartai dengan kekuatan modal yang berhadapan ideologi berdikari yang diusung PDIP. “Pemerintah harus memastikan agar rekrutmen seperti itu tidak boleh terulang kembali,” ujarnya. 
Alenia kelima dan keenam berita ini, semakin membuktikan bahwa dalam semester pertama, pemerintahan Jokowi-JK, selain di luar skenario politik PDIP, ternyata ada agenda terselubung dari orang dekat, dari kalangan istana, dari lingkaran Ring 1. Politik transaksional bisa lebih kejam dari fitnah. Penumpang gelap secara politis adalah oknum atau kawanan pendatang baru yang numpang nama, nebeng kursi. Mereka pandai membaca arah angin politik. Sebelum mampu jalan sendiri, mereka pandai bernain watak sebagai pengekor, pengikut. Magang politik tidak diharamkan dalam syahwat dan industri politik Nusantara. 
Penumpang gelap merupakan benalu politik. Muncul jelang pemilu dan pilpres 2014. Kalkulasi politik menjadikan apa saja sah dilakukan. Tak terkecuali kawanan penyembah berhala Reformasi 3K (Kaya, Kuasa, Kuat). 
SIMPUL AWAL 
Di REPUBLIKA.CO.ID, Jumat, 10 April 2015, 13:00 WIB, PIDATO DALAM ANGKA :
- Empat kali menyatakan tugas Jokowi sebagai presiden.
- 15 kali menerangkan kepemimpinan nasional yang selayaknya.
- Enam kali mengingatkan partai dalam kaitannya sebagai pengusung presiden.
- Tiga kali mengingatkan tugas Jokowi sebagai kader.
- Tujuh kali menyoroti deparpolisasi dan sentimen antipartai.
- Tiga kali menyoal kekuatan antipartai, kekuatan modal, dan kaum oportunis.
- 17 kali menyinggung revolusi mental.
Di REPUBLIKA.CO.ID, Jumat, 10 April 2015, 09:08 WIB, JAKARTA -- Presiden Jokowi menghadiri Kongres PDIP ke-4 di Bali pada Kamis (10/4). Hanya saja, Jokowi datang dengan status sebagai kader PDIP. Dia datang mengenakan jas merah dan duduk di barisan terdepan bersama Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, Wapres Jusuf Kalla, dan Ketua DPP Puan Maharani. 
Jokowi datang ke Bali menggunakan fasilitas negara didampingi beberapa menteri. Uniknya, meski menyandang status presiden RI, Jokowi tidak diberi kesempatan pidato di Kongres PDIP. 
Aktivis antikorupsi Dahnil Anzar Simanjuntak menyoroti kejadian aneh yang menimpa Jokowi tersebut. "Ketika Presiden Hadir dalam satu acara hanya diam terbisu dan duduk manis...!!! Di NEGERI ini," katanya melalui akun Twitter, @Dahnilanzar. 
Dia melanjutkan, "Mohon maaf saya harus sampaikan; Joko Widodo adalah Presiden yang tidak menghormati lembaga Kepresidenan." "Berangkat penuh dengan fasilitas Kepresidenan (pswt, ajudan, Dana dll). Duduk Bengong mengaku sebagai Jokowi. Terang menghina lembaga Kepresidenan." 
SIMPUL AKHIR 
Singkat kata di sisa periode 2014-2019, walau semester pertama Jokowi-JK, tetap nyaring bunyinya, galak salaknya. Memakai cara zaman batu yaitu hantam kromo, sikat dulu tanya kemudian. Cuma denting dan dentangnya membuktikan keropos dari dalam. Nada suara sudah tidak harmonis. 
Banyak yang membuka kedoknya, topengnya. Banyak yang mempertontonkan watak aslinya, tidak perlu pura-pura. Bagaimana di tingkat provinsi, kabupaten/kota? Akan terjadi replikasi atau peniruan. Karena mencontoh yang di atas. Namun saya teringat peribahasa ‘bagai telur di ujung tanduk’. Menurut KBBI, di ujung tanduk adalah ‘dalam keadaan yang sangat sulit (berbahaya)’. 
Memakai kaca mata politik, perjalanan Jokowi-JK dikendalikan oleh tanduk banteng. Salah sedikit atau tidak patuh komando, tanduk banteng langsung menyengat pantat. Tanduk banteng bak cambuk atau cemeti yang dipegang gembala. Tapi semua ini hanya peribahasa [HaeN/Wasathon.com].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar