Halaman

Rabu, 24 Juni 2015

keterbelakangan mental penggagas rombak kabinet kerja

keterbelakangan mental penggagas rombak kabinet kerja

Kesimpulan politis, pihak yang menginginkan adanya perombakan kabinet kerja 2014-2019, bukan dari lawan politik. Justru dari kawan seiring yang menggunting dalam lipatan. Menohok kawan seiring. Mereka saling tahu kualitas kawan separtai. Yang menentukan bukan kualitas, tapi berdarkan garis  keturunan dan kedekatan serta asas ‘wani piro’.

Akal politik, pihak yang merasa berkepentingan dengan kabinet kerja, diterjemabhkan menjadi kabinet kejar, kejar kursi. Mereka memakai rumus bahwa komposisi maupun proporsi kursi parpol di parlemen diberlakukan pada para pembantu presiden, khususnya jabatan menteri. Parpol pemenang pemilu legislatif 2014 merasa berhak menguasai kabinet.

Ironi politik, selain tega terhadap kawan, tentu lebih tega kepada lawan. Kawanan parpolis yang mengajukan diri jadi pembantu presiden, ada yang ditakar sebagai setengah manusia (bentuk lain dari kw2). Sehingga jatah kursi di kabinet harus lebih banyak dibanding parpol lainnya.

Mental politik, sudah kehendak dan ketetapan sejarah, walau pengalaman sebagai anak presiden, pengalaman sebagai presiden, pengalaman sebagai cucu presiden, tidak otomatis menjadi negarawan. Walau ditunjang pengalaman sebagai ketua umum parpol. merasa negara sebagai warisan.


Jadi, kata rakyat, negara ini digerogoti dari dalam. Melihat kinerja, kiprah dan kontribusi menteri titipan bandar politik, apa tidak ada yang lebih jelek?![HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar