keterbelakangan
mental penggagas rombak kabinet kerja
Kesimpulan politis,
pihak yang menginginkan adanya perombakan kabinet kerja 2014-2019, bukan dari
lawan politik. Justru dari kawan seiring yang menggunting dalam lipatan. Menohok
kawan seiring. Mereka saling tahu kualitas kawan separtai. Yang menentukan
bukan kualitas, tapi berdarkan garis keturunan dan kedekatan serta asas ‘wani
piro’.
Akal politik, pihak
yang merasa berkepentingan dengan kabinet kerja, diterjemabhkan menjadi kabinet
kejar, kejar kursi. Mereka memakai rumus bahwa komposisi maupun proporsi kursi
parpol di parlemen diberlakukan pada para pembantu presiden, khususnya jabatan
menteri. Parpol pemenang pemilu legislatif 2014 merasa berhak menguasai
kabinet.
Ironi politik, selain
tega terhadap kawan, tentu lebih tega kepada lawan. Kawanan parpolis yang
mengajukan diri jadi pembantu presiden, ada yang ditakar sebagai setengah
manusia (bentuk lain dari kw2). Sehingga jatah kursi di kabinet harus lebih
banyak dibanding parpol lainnya.
Mental politik, sudah
kehendak dan ketetapan sejarah, walau pengalaman sebagai anak presiden,
pengalaman sebagai presiden, pengalaman sebagai cucu presiden, tidak otomatis
menjadi negarawan. Walau ditunjang pengalaman sebagai ketua umum parpol. merasa
negara sebagai warisan.
Jadi, kata rakyat,
negara ini digerogoti dari dalam. Melihat kinerja, kiprah dan kontribusi
menteri titipan bandar politik, apa tidak ada yang lebih jelek?![HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar