revolusi mental
Nusantara, Jokowi berbusana militer vs mental moral budak Megawati
Memadupadankan
3 berita di media sosial yang bisa diakses oleh umum, bisa disimpulkan minimal
sesuai judul. Selebihnya tergantung selera pembaca untuk menafsirkannya. Berikut
tayangannya, substansi berita dicopas dari sumbernya :
. .
. . .
. .
Jokowi
Pilih Berbaju Militer saat Terima PP Muhammadiyah

Jakarta, CNN
Indonesia -- Selasa, 16/06/2015
20:03 WIB jelang petang tadi, Presiden
Joko Widodo (Jokowi) menerima para Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah bersama PP
Aisyisah yang dipimpin oleh Din Syamsuddin di Istana Kepresidenan.
Ketika menyambut tamunya yang merupakan pengurus organisasi kemasyarakat Islam terbesar kedua di Indonesia, Jokowi masih mengenakan seragam militer lengkap, termasuk atribut baret hijaunya.
Ketika menyambut tamunya yang merupakan pengurus organisasi kemasyarakat Islam terbesar kedua di Indonesia, Jokowi masih mengenakan seragam militer lengkap, termasuk atribut baret hijaunya.
Sebelum menemui rombongan dari PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah, Jokowi baru selesai menyaksikan demonstrasi pertempuran TNI Angkatan Darat Tahun Angkatan 2015 di Pusat Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatra Selatan.
Pertemuan dengan Din dan rombongannya pun sedianya digelar pukul 15.00 WIB, namun karena Presiden belum juga tiba hingga waktu yang telah ditentukan, pertemuan akhirnya diundur hingga pukul 17.00 WIB.
Setibanya di Istana Merdeka, seakan tak mau membuat tamunya menunggu lebih lama, Jokowi lantas menyambut para tamunya tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Pertemuan berjalan sekitar 45 menit secara tertutup.
Setelah menghadiri
pertemuan dengan Presiden, Din pun menemui para awak media. Ia menyinggung soal
pakaian yang dikenakan Jokowi ketika menyambutnya tadi.
"Tadi mungkin kawan-kawan melihat (Presiden Jokowi) berpakaian sebagai panglima tertinggi angkatan perang TNI. Tadi saya bilang kepada Beliau, tahu begitu saya berpakaian pendekar tapak suci Muhamadiyah," ujar Din.
"Tadi mungkin kawan-kawan melihat (Presiden Jokowi) berpakaian sebagai panglima tertinggi angkatan perang TNI. Tadi saya bilang kepada Beliau, tahu begitu saya berpakaian pendekar tapak suci Muhamadiyah," ujar Din.
Belakangan, cukup sering Jokowi memakai baju militer. Sebelumnya, pada pertengahan Mei lalu, Jokowi juga memakai seragam militer saat meresmikan proses peletakan batu pertama (groundbreaking) Rumah Sakit Ridwan Meuraksa Kodam Jaya, Pinang Ranti, Bambu Apus, Jakarta Timur. Dalam acara ini, Jokowi secara khusus mengenakan atribut Kostrad.
Saat tiba di lokasi, Jokowi berpakaian sipil. Lalu ia langsung menuju tenda khusus berwarna putih yang dijadikan sebagai ruang ganti VVIP. Selang sekitar 10 menit, ia keluar dari bilik tersebut dengan mengenakan atribut Kostrad lengkap dengan baret hijaunya.
Jokowi lantas berjalan ke arah deretan tempat duduk yang telah disediakan. Di sana, telah duduk Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala Staf TNI AD Gatot Nurmantyo, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, dan Kepala Bareskrim Polri Budi Waseso.
Melihat Jokowi mengenakan atribut Kostrad, dalam pidatonya Gatot mengungkapkan kebanggaannya atas upaya Jokowi untuk 'menyatu' dengan TNI AD.
"Pada sore hari ini, saya ucapkan selamat datang kepada Presiden Republik Indonesia di tengah prajurit Angkatan Darat. Bapak Presiden hadir di sini dengan atribut Kostrad Angkatan Darat adalah kebanggaan luar biasa, menyatunya presiden dengan prajurit Angkatan Darat," ujar Gatot yang disambut tepuk tangan ribuan prajurit TNI AD.
Tapi, kebiasaan Jokowi memakai atribut militer ini mendapat kritikan cukup keras oleh Salim Said, pengamat militer. Kritikan ini disampaikannya langsung ke Jokowi saat Paguyuban Punakawan di mana Salim Said jadi salah satu anggotanya diundang makan siang oleh Jokowi di Istana pada awal Mei lalu.
Salim mengaku mengingatkan Jokowi agar tidak membiasakan diri mengenakan pakaian militer. Menurut dia, jabatan yang disandang sang Presiden adalah sipil.
"Meski beliau sipil, beliau pemegang kekuasaan tertinggi tentara. Jadi dengan pakaian sipil pun tentara menghormati beliau," kata dia.
Salim melanjutkan, Presiden menyambut baik masukan yang ia berikan. "Beliau sangat senang dengan saran saya itu, karena saya katakan, janganlah kita yang sudah berhasil reformasi TNI, kita kembali ke masa lalu tanpa kita sadari," ujar dia.
. .
. . .
. .
Wartawan senior Jakarta kritik Mega
pekik “Merdeka” dan mental budak
Peter: Menunduk-nunduk itu simbol terjajah, kata Bung
Karno
LENSAINDONESIA.COM:
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri memekikkan kata “Merdeka”
tiga kali sembari menangis saat menutup padato politiknya, membuka Kongres IV
PDI Perjuangan di Bali, Kamis siang (9/4/2015). Wartawan senior Peter
Apollonius Rohi mengeritik keras sikap Mega, yang di sisi lain tidak menjunjung
tinggi arti kata merdeka.
“Memekik salam
merdeka tiga kali, tapi ironisnya simbol budak dipertontonkan. Dimana ada simbol
kemerdekaan dalam menunduk dan mencium tangan?”, kata Peter Rohi, sebutan akrab
mantan wartawan Sinar Harapan–sekarang Suara Pembaharuan–menyinggung sikap Mega
yang terkesan sangat menikmati ketika tangannya dicium Presiden Joko Widodo.
“Para pemimpin
sekarang tidak memahami simbol-simbol kemerdekaan. Mereka tidak membaca
simbol-simbol kemerdekaan.
Mereka tidak membaca karena tidak tahu persis cita-cita kemerdekaan para Bapak Bangsa,” kritik lebih pedas lagi, wartawan senior yang diusianya memasuki 77 tahun tetap aktif bekerja sebagai jurnalis di Jakarta ini.
Diungkapkan Peter,
keinginan utama Para Bapak Bangsa adalah menghilangkan sifat merendah-rendah,
menunduk-nunduk, karena rakyat negeri ini sudah merdeka, sama tinggi dengan
siapa pun dan bangsa apa pun. “Bung Karno dengan Eisenhower, dengan Cruschov,
dengan Jamal Abdel Nasser, dengan Tito, dengan Mao Tse Thung, dengan Hirohito,
dengan Kennedy, ia tetap membusungkan dada sebagai pemimpin dari sebuah negara
merdeka,” papar Peter menyontohkan.
Bung Karno sewaktu di
Honolulu, Peter memberi contoh lagi, saat mampir dalam perjalanan ke AS, ia
bahkan mencium ratu ke-can tikan Hawaii Carol Ah You yang mengalungkan karangan
bunga di lehernya. Tidak ada rasa minder.
“Busungkan dadamu,
kepalkan tinjumu. Itulah pesan Bung Karno kepada para prajurit. Maka ketika
berhadapan dengan atasan, kita (prajurit) memberi hormat sambil membusungkan
dada yang bermakna: Siap melaksanakan tugas negara,” tandas Peter.
Bukan saja Bung
Karno, lanjutnya, Tan Malaka, Hatta, dan Sjahrir paling benci melihat pegawai
menunduk-nunduk pada atasannya. “Perasaan minderwardig heitzcomplex itu adalah
simbol budak, simbol terjajah, kata Bung Karno.”
Di seberang Jembatan
Emas Kemerdekaan, Bung Karno berkata kita ditunggu dua jenis pedati. Yang
pertama, membawa kita pada cita-cita kemerdekaan. Pedati yang Kedua, membawa
kita kembali pada alam feodalisme.
“Maka tak heran,
ketika semua tamu menunduk dan bahkan banyak yang mencium tangan berhadapan
dengan Soeharto, saya tetap tegak sebagai warga dari sebuah negara merdeka
sambil membusungkan dada. Saya yakin, para intel, para ajudan bingung. Tapi,
saya adalah tetap saya yang taat pada perintah Bung Karno: jangan bermental
budak,” kenang Peter tentang pengalamannya mencermati sikap mantan
Presiden Soeharto ketika masih memerintah.
“Ketika itu, saya
diminta Menteri LH Prof Dr Emil Salim mendampingi keluarga Ridolf Rupidara
menerima penghargaan KALPATARU. Soeharto tertarik pada laporan saya dari Pulau
Kisar. Sekarang, paling tidak sejak era Soeharto, para pejabat suka menunduk-nunduk
dan mencium tangan atasan,” demikian pengamatan wartawan yang laporan
jurnalistiknya dibukukan berjudul; KOMUNIKASI MANUSIA, MANUSIA KOMUNIKASI,
Prof. Dr Alwi Dahlan: Kalpataru diciptakan karena terkesan akan laporan
wartawan Sinar Harapan Peter Rohi dari Pulau Kisar.
Peter pun menyindir
lebih mendalam lagi kader-kader bangsa ini yang lain. “Apakah mereka tidak
memahami ajaran para Bapak Bangsa. Atau, memang kita sudah terlalu banyak makan
duit pinjaman kapitalis asing, maka secara tidak sadar kita telah kembali
menjadi budak bangsa-bangsa. Atau, kita sedang terlena di jok pedati
feodalisme? Wallahu alam!,” pungkas Peter, membeberkan kritikan pedasnya ini di
media sosial. @licom_09
. .
. . .
. .
Salam Hormat Prabowo Disambut Mega
Sambil Duduk
Posted by KabarNet pada
02/06/2014
Jakarta – KabarNet: Peristiwa ini
terkesan janggal saat Calon Presiden, Prabowo Subianto memberi hormat kepada
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelum sidang pleno pengambilan nomor
urut pasangan capres-cawapres di Kantor KPU, Jakarta, Ahad 1 Juni 2014.

Calon Presiden dan Calon Wakil
Presiden RI Jokowi-Jusuf Kalla lebih dulu sampai di kantor KPU, ketimbang
Prabowo-Hatta. Mereka, ditemani Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh,
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum
PKPI Sutiyoso.
Menyadari kubu pesaingnya hadir
lebih dulu, pasangan tersebut berinisiatif mendatangi serta mengulurkan tangan
untuk berjabat. Jokowi, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Muhaimin, dan Sutiyoso,
sontak berdiri untuk menyambut itikad baik Prabowo-Hatta.
Namun saat diberi hormat ala
militer, Megawati tidak membalasnya. Mega hanya menerima salaman sambil duduk.
Prabowo-Hatta melanjutkan bersalaman dengan Surya Paloh, pasangan Jokowi-Jusuf
Kalla dan Istri, Muhaimin Iskandar, Sutiyoso, Khofifah dan Luhut Pandjaitan.
Setelah menyalami mereka, Prabowo
dan Hatta duduk di tempat tersedia. Terlihat Jokowi mengenakan kemeja
kotak-kotak dengan lengan digulung. Sementara Kalla mengenakan kemeja
putih-putih. Sedangkan Prabowo dan Hatta kompak mengenakan kemeja panjang
putih-putih lengkap dengan peci hitam. [KbrNet/TbNew-Foto: Rakyat Merdeka]. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar