Halaman

Jumat, 19 Juni 2015

revolusi mental Nusantara, Jokowi berbusana militer vs mental moral budak Megawati

revolusi mental Nusantara, Jokowi berbusana militer vs mental moral budak Megawati


Memadupadankan 3 berita di media sosial yang bisa diakses oleh umum, bisa disimpulkan minimal sesuai judul. Selebihnya tergantung selera pembaca untuk menafsirkannya. Berikut tayangannya, substansi berita dicopas dari sumbernya :
.  .  .  .  .  .  .
Jokowi Pilih Berbaju Militer saat Terima PP Muhammadiyah
Jokowi Pilih Berbaju Militer saat Terima PP Muhammadiyah
Jakarta, CNN Indonesia -- Selasa, 16/06/2015 20:03 WIB  jelang petang tadi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima para Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah bersama PP Aisyisah yang dipimpin oleh Din Syamsuddin di Istana Kepresidenan.

Ketika menyambut tamunya yang merupakan pengurus organisasi kemasyarakat Islam terbesar kedua di Indonesia, Jokowi masih mengenakan seragam militer lengkap, termasuk atribut baret hijaunya.

Sebelum menemui rombongan dari PP Muhammadiyah dan PP Aisyiyah, Jokowi baru selesai menyaksikan demonstrasi pertempuran TNI Angkatan Darat Tahun Angkatan 2015 di Pusat Latihan Tempur TNI AD, Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Provinsi Sumatra Selatan.

Pertemuan dengan Din dan rombongannya pun sedianya digelar pukul 15.00 WIB, namun karena Presiden belum juga tiba hingga waktu yang telah ditentukan, pertemuan akhirnya diundur hingga pukul 17.00 WIB.

Setibanya di Istana Merdeka, seakan tak mau membuat tamunya menunggu lebih lama, Jokowi lantas menyambut para tamunya tanpa mengganti baju terlebih dahulu. Pertemuan berjalan sekitar 45 menit secara tertutup.

Setelah menghadiri pertemuan dengan Presiden, Din pun menemui para awak media. Ia menyinggung soal pakaian yang dikenakan Jokowi ketika menyambutnya tadi.

"Tadi mungkin kawan-kawan melihat (Presiden Jokowi) berpakaian sebagai panglima tertinggi angkatan perang TNI. Tadi saya bilang kepada Beliau, tahu begitu saya berpakaian pendekar tapak suci Muhamadiyah," ujar Din.

Belakangan, cukup sering Jokowi memakai baju militer. Sebelumnya, pada pertengahan Mei lalu, Jokowi juga memakai seragam militer saat meresmikan proses peletakan batu pertama (groundbreaking) Rumah Sakit Ridwan Meuraksa Kodam Jaya, Pinang Ranti, Bambu Apus, Jakarta Timur. Dalam acara ini, Jokowi secara khusus mengenakan atribut Kostrad. 

Saat tiba di lokasi, Jokowi berpakaian sipil. Lalu ia langsung menuju tenda khusus berwarna putih yang dijadikan sebagai ruang ganti VVIP. Selang sekitar 10 menit, ia keluar dari bilik tersebut dengan mengenakan atribut Kostrad lengkap dengan baret hijaunya.

Jokowi lantas berjalan ke arah deretan tempat duduk yang telah disediakan. Di sana, telah duduk Panglima TNI Jenderal Moeldoko, Kepala Staf TNI AD Gatot Nurmantyo, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, dan Kepala Bareskrim Polri Budi Waseso.

Melihat Jokowi mengenakan atribut Kostrad, dalam pidatonya Gatot mengungkapkan kebanggaannya atas upaya Jokowi untuk 'menyatu' dengan TNI AD.

"Pada sore hari ini, saya ucapkan selamat datang kepada Presiden Republik Indonesia di tengah prajurit Angkatan Darat. Bapak Presiden hadir di sini dengan atribut Kostrad Angkatan Darat adalah kebanggaan luar biasa, menyatunya presiden dengan prajurit Angkatan Darat," ujar Gatot yang disambut tepuk tangan ribuan prajurit TNI AD.

Tapi, kebiasaan Jokowi memakai atribut militer ini mendapat kritikan cukup keras oleh Salim Said, pengamat militer. Kritikan ini disampaikannya langsung ke Jokowi saat Paguyuban Punakawan di mana Salim Said jadi salah satu anggotanya diundang makan siang oleh Jokowi di Istana pada awal Mei lalu.

Salim mengaku mengingatkan Jokowi agar tidak membiasakan diri mengenakan pakaian militer. Menurut dia, jabatan yang disandang sang Presiden adalah sipil.
"Meski beliau sipil, beliau pemegang kekuasaan tertinggi tentara. Jadi dengan pakaian sipil pun tentara menghormati beliau," kata dia.

Salim melanjutkan, Presiden menyambut baik masukan yang ia berikan. "Beliau sangat senang dengan saran saya itu, karena saya katakan, janganlah kita yang sudah berhasil reformasi TNI, kita kembali ke masa lalu tanpa kita sadari," ujar dia.
.  .  .  .  .  .  .
Wartawan senior Jakarta kritik Mega pekik “Merdeka” dan mental budak
Peter: Menunduk-nunduk itu simbol terjajah, kata Bung Karno

LENSAINDONESIA.COM: Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri memekikkan kata “Merdeka” tiga kali sembari menangis saat menutup padato politiknya, membuka Kongres IV PDI Perjuangan di Bali, Kamis siang (9/4/2015). Wartawan senior Peter Apollonius Rohi mengeritik keras sikap Mega, yang di sisi lain tidak menjunjung tinggi arti kata merdeka.

“Memekik salam merdeka tiga kali, tapi ironisnya simbol budak dipertontonkan. Dimana ada simbol kemerdekaan dalam menunduk dan mencium tangan?”, kata Peter Rohi, sebutan akrab mantan wartawan Sinar Harapan–sekarang Suara Pembaharuan–menyinggung sikap Mega yang terkesan sangat menikmati ketika tangannya dicium Presiden Joko Widodo.

“Para pemimpin sekarang tidak memahami simbol-simbol kemerdekaan. Mereka tidak membaca simbol-simbol kemerdekaan.

Mereka tidak membaca karena tidak tahu persis cita-cita kemerdekaan para Bapak Bangsa,” kritik lebih pedas lagi, wartawan senior yang diusianya memasuki 77 tahun tetap aktif bekerja sebagai jurnalis di Jakarta ini.

Diungkapkan Peter, keinginan utama Para Bapak Bangsa adalah menghilangkan sifat merendah-rendah, menunduk-nunduk, karena rakyat negeri ini sudah merdeka, sama tinggi dengan siapa pun dan bangsa apa pun. “Bung Karno dengan Eisenhower, dengan Cruschov, dengan Jamal Abdel Nasser, dengan Tito, dengan Mao Tse Thung, dengan Hirohito, dengan Kennedy, ia tetap membusungkan dada sebagai pemimpin dari sebuah negara merdeka,” papar Peter menyontohkan.

Bung Karno sewaktu di Honolulu, Peter memberi contoh lagi, saat mampir dalam perjalanan ke AS, ia bahkan mencium ratu ke-can tikan Hawaii Carol Ah You yang mengalungkan karangan bunga di lehernya. Tidak ada rasa minder.

“Busungkan dadamu, kepalkan tinjumu. Itulah pesan Bung Karno kepada para prajurit. Maka ketika berhadapan dengan atasan, kita (prajurit) memberi hormat sambil membusungkan dada yang bermakna: Siap melaksanakan tugas negara,” tandas Peter.
Bukan saja Bung Karno, lanjutnya, Tan Malaka, Hatta, dan Sjahrir paling benci melihat pegawai menunduk-nunduk pada atasannya. “Perasaan minderwardig heitzcomplex itu adalah simbol budak, simbol terjajah, kata Bung Karno.”

Di seberang Jembatan Emas Kemerdekaan, Bung Karno berkata kita ditunggu dua jenis pedati. Yang pertama, membawa kita pada cita-cita kemerdekaan. Pedati yang Kedua, membawa kita kembali pada alam feodalisme.

“Maka tak heran, ketika semua tamu menunduk dan bahkan banyak yang mencium tangan berhadapan dengan Soeharto, saya tetap tegak sebagai warga dari sebuah negara merdeka sambil membusungkan dada. Saya yakin, para intel, para ajudan bingung. Tapi, saya adalah tetap saya yang taat pada perintah Bung Karno: jangan bermental budak,” kenang Peter tentang pengalamannya mencermati sikap  mantan Presiden Soeharto ketika masih memerintah.

“Ketika itu, saya diminta Menteri LH Prof Dr Emil Salim mendampingi keluarga Ridolf Rupidara menerima penghargaan KALPATARU. Soeharto tertarik pada laporan saya dari Pulau Kisar. Sekarang, paling tidak sejak era Soeharto, para pejabat suka menunduk-nunduk dan mencium tangan atasan,” demikian pengamatan wartawan yang laporan jurnalistiknya dibukukan berjudul; KOMUNIKASI MANUSIA, MANUSIA KOMUNIKASI, Prof. Dr Alwi Dahlan: Kalpataru diciptakan karena terkesan akan laporan wartawan Sinar Harapan Peter Rohi dari Pulau Kisar.

Peter pun menyindir lebih mendalam lagi kader-kader bangsa ini yang lain. “Apakah mereka tidak memahami ajaran para Bapak Bangsa. Atau, memang kita sudah terlalu banyak makan duit pinjaman kapitalis asing, maka secara tidak sadar kita telah kembali menjadi budak bangsa-bangsa. Atau, kita sedang terlena di jok pedati feodalisme? Wallahu alam!,” pungkas Peter, membeberkan kritikan pedasnya ini di media sosial. @licom_09
.  .  .  .  .  .  .
Salam Hormat Prabowo Disambut Mega Sambil Duduk
Posted by KabarNet pada 02/06/2014
Jakarta – KabarNet: Peristiwa ini terkesan janggal saat Calon Presiden, Prabowo Subianto memberi hormat kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelum sidang pleno pengambilan nomor urut pasangan capres-cawapres di Kantor KPU, Jakarta, Ahad 1 Juni 2014.
http://kabarnet.files.wordpress.com/2014/06/hormat-prabowo1.png?w=553&h=282
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden RI Jokowi-Jusuf Kalla lebih dulu sampai di kantor KPU, ketimbang Prabowo-Hatta. Mereka, ditemani Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PKPI Sutiyoso.

Menyadari kubu pesaingnya hadir lebih dulu, pasangan tersebut berinisiatif mendatangi serta mengulurkan tangan untuk berjabat. Jokowi, Jusuf Kalla, Surya Paloh, Muhaimin, dan Sutiyoso, sontak berdiri untuk menyambut itikad baik Prabowo-Hatta.

Namun saat diberi hormat ala militer, Megawati tidak membalasnya. Mega hanya menerima salaman sambil duduk. Prabowo-Hatta melanjutkan bersalaman dengan Surya Paloh, pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dan Istri, Muhaimin Iskandar, Sutiyoso, Khofifah dan Luhut Pandjaitan.


Setelah menyalami mereka, Prabowo dan Hatta duduk di tempat tersedia. Terlihat Jokowi mengenakan kemeja kotak-kotak dengan lengan digulung. Sementara Kalla mengenakan kemeja putih-putih. Sedangkan Prabowo dan Hatta kompak mengenakan kemeja panjang putih-putih lengkap dengan peci hitam. [KbrNet/TbNew-Foto: Rakyat Merdeka]. [HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar