revolusi mental Nusantara, koalisi setengah kosong vs koalisi separuh isi
kita
hidup dan menghirup udara di Nusantara ini berjalan alami, tanpa perencanaan
yang kompleks, rumit, pelik dan muskil.
celakanya,
alam memang memanjakan kita.
usai
buka mata di pagi hari sampai pagi berikutnya seandainya kita tanpa upaya,
tetap akan hidup.
seandainya
kita tak peduli pada lingkungan, negara ini tetap jalan.
seandainya
kita tidak berjalan, malah tidak menambah beban lalulintas.
seandainya
kita tidak aktif di partai politik, negara ini tetap akan jalan.
seandainya
......... kemanjaan kita semangkin menjadi-jadi.
ada
yang asal jadi, yang penting jadi.
jadilah
negara ini berjalan seolah tanpa perencanaan.
hukum
sebab-akibat yang dipentingkan.
jadilah
kita hanya menunggu dan menanti, tanpa perlu berupaya, apalagi merintis menuju
masa depan yang lebih baik dari masa sekarang.
kita
tidak peka terhadap tanda-tanda alam, apalagi terhadap tanda-tanda zaman.
yang
penting hari ini kenyang, besok cari utawa curi lagi.
ini
tak berarti bagi koruptor klas manipulator, selagi bisa dicuri, curi semua
jangan ada yang tersisa.
begitu
ada musibah kita baru ingat.
begitu
ada bencana kita baru merasa.
begitu
ada duka kita baru sadar.
begitu
ada kecelakaan kita baru tergugah.
begitu
ada nestapa kita baru terjaga.
begitu
ada tragedi kita baru ....... kita memang selalu menunggu tragedi.
yang
penting harus ada yang disalahkan, dikambinghitamkan atau bahkan dikorbankan
demi kepentingan sesat dan sesaat.
kita
bisanya cuma menyalahkan, menggerutu dan menyesali nasib.
Perjalanan hidup ini
tak bisa diperhitungkan, dirumuskan maupun diformulasikan secara matemathis,
atau dengan pendekatan kalkulasi angka sekalipun. Banyak faktor X di luar akal,
nalar dan daya kerja otak manusia. Namun kehidupan bisa diperumpakan,
diibaratkan, dimisalkan, diamsalkan dengan ilmu alam yang mengatakan jika
ketika sebuah gelas diisi air setengahnya atau separuhnya, berarti sisanya yang
setengah atau separuh kosong, diisi hawa atau udara. Secara rumus persamaan
bahwa ruas kiri sama dengan ruas kanan, maka dibuktikan bahwa ‘kosong’ sama dengan ‘isi’.
Begitu dengan
keberadaan KIH dan KMP, sibuk merajut masa lalu, asyik mendulang kenangan masa
lampau, repot menggenjot citra sejarah. Mendaur ulang sejarah agar berkibar,
agar masuk diperhitungkan, keluar mengurangi beban.
Kesimpulan historis,
masa lalu sama dengan masa depan. Makanya KIH maupun KMP tak akan berbagai masa
depan. Mereka lebih menikmati masa lampau. Terlebih saat 2 periode SBY, hanya
duduk manis di bangku cadangan. Begitu merasa jadi pemilik republik, setan pun
dibikin bingung, karena tak pernah membisiki untuk cidera janji kampanye pesta
demokrasi.[HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar