Halaman

Senin, 22 Juni 2015

revolusi mental Nusantara, koalisi setengah kosong vs koalisi separuh isi

revolusi mental Nusantara, koalisi setengah kosong vs koalisi separuh isi


kita hidup dan menghirup udara di Nusantara ini berjalan alami, tanpa perencanaan yang kompleks, rumit, pelik dan muskil.
celakanya, alam memang memanjakan kita.
usai buka mata di pagi hari sampai pagi berikutnya seandainya kita tanpa upaya, tetap akan hidup.

seandainya kita tak peduli pada lingkungan, negara ini tetap jalan.
seandainya kita tidak berjalan, malah tidak menambah beban lalulintas.
seandainya kita tidak aktif di partai politik, negara ini tetap akan jalan.
seandainya ......... kemanjaan kita semangkin menjadi-jadi.

ada yang asal jadi, yang penting jadi.
jadilah negara ini berjalan seolah tanpa perencanaan.
hukum sebab-akibat yang dipentingkan.
jadilah kita hanya menunggu dan menanti, tanpa perlu berupaya, apalagi merintis menuju masa depan yang lebih baik dari masa sekarang.
kita tidak peka terhadap tanda-tanda alam, apalagi terhadap tanda-tanda zaman.
yang penting hari ini kenyang, besok cari utawa curi lagi.
ini tak berarti bagi koruptor klas manipulator, selagi bisa dicuri, curi semua jangan ada yang tersisa.

begitu ada musibah kita baru ingat.
begitu ada bencana kita baru merasa.
begitu ada duka kita baru sadar.
begitu ada kecelakaan kita baru tergugah.
begitu ada nestapa kita baru terjaga.
begitu ada tragedi kita baru ....... kita memang selalu menunggu tragedi.

yang penting harus ada yang disalahkan, dikambinghitamkan atau bahkan dikorbankan demi kepentingan sesat dan sesaat.

kita bisanya cuma menyalahkan, menggerutu dan menyesali nasib.

Perjalanan hidup ini tak bisa diperhitungkan, dirumuskan maupun diformulasikan secara matemathis, atau dengan pendekatan kalkulasi angka sekalipun. Banyak faktor X di luar akal, nalar dan daya kerja otak manusia. Namun kehidupan bisa diperumpakan, diibaratkan, dimisalkan, diamsalkan dengan ilmu alam yang mengatakan jika ketika sebuah gelas diisi air setengahnya atau separuhnya, berarti sisanya yang setengah atau separuh kosong, diisi hawa atau udara. Secara rumus persamaan bahwa ruas kiri sama dengan ruas kanan, maka dibuktikan bahwa ‘kosong’ sama dengan ‘isi’.

Begitu dengan keberadaan KIH dan KMP, sibuk merajut masa lalu, asyik mendulang kenangan masa lampau, repot menggenjot citra sejarah. Mendaur ulang sejarah agar berkibar, agar masuk diperhitungkan, keluar mengurangi beban.


Kesimpulan historis, masa lalu sama dengan masa depan. Makanya KIH maupun KMP tak akan berbagai masa depan. Mereka lebih menikmati masa lampau. Terlebih saat 2 periode SBY, hanya duduk manis di bangku cadangan. Begitu merasa jadi pemilik republik, setan pun dibikin bingung, karena tak pernah membisiki untuk cidera janji kampanye pesta demokrasi.[HaeN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar