jabatan publik vs petugas binaan partai
Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Kemudian darpada itu, dengan persetujuan bersama DPR RI dan Presiden RI telah memutuskan, menetapkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Simak suratan redaksional pada:
Pasal 76
Penyandang Disabilitas berhak untuk mendudukijabatan publik.
Yang dimaksud dengan “jabatan publik” adalah jabatan pada badan publik negara yang meliputi lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.
Kesetaraan lanjut simak:
Bagian Kesembilan
Hak Politik
Pasal 13
Hak politik untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:
a. memilih dan dipilih dalam jabatan publik;
b. . . .
c. . . .
d. . . .
e. . . .
f. . . . . ; dan
g. memperoleh pendidikan politik.
Fakta membuktikan adanya “Penyandang Disabilitas mental politik” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku. Kemungkinan hak bebas dari stigma untuk Penyandang Disabilitas mental politik meliputi hak bebas dari pelecehan, penghinaan, obyek ujaran bebas dan pelabelan negatif terkait kondisi disabilitasnya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar