Halaman

Sabtu, 05 Juli 2014

TAHUN 2004, 47% ANGGARAN PEMBANGUNAN TNI/POLRI DARI DANA LUAR NEGERI

Senin, 01/09/2003 11:14
Herwin Nur

TAHUN 2004, 47% ANGGARAN PEMBANGUNAN TNI/POLRI DARI DANA LUAR NEGERI.


Pemilu 2004 diharapkan sebagai titik dan arus balik dari dimensi persatuan dan kesatuan NKRI yang selama era Reformasi terasa rapuh, rentan dan riskan - khususnya dengan adanya sentuhan campurtangan tangan asing - semakin mengoyak ke segala arus kehidupan bermartabat, semua kerekatan nyaris berantakan. Penyebabnya, dosa bawaan dan dosa berantai Orde Baru berupa kesenjangan sosial di pihak rakyat dan kesenjangan politik yang menjadi menu utama penyelenggara negara.

Sesuai agenda Kabinet Gotong Royong untuk mensukseskan pemilu 2004, TNI dan Polri diharapkan semakin mampu memantapkan seperangkat peran yang sudah digariskan oleh Ketetapan MPR (Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang "Peran TNI dan Peran Polri") maupun perundang-undangan yang berlaku (Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang "Kepolisian Negara Republik Indonesia" dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang "Pertahanan Negara"). Permasalahan bidang pertahanan dan keamanan yang masih memerlukan perhatian adalah masih rendahnya kekuatan dan kemampuan lembaga-lembaga yang memiliki peran inti dalam bidang bidang pertahanan dan keamanan, yakni TNI dan Polri. Sebaran luas wilayah dan jumlah penduduk yang heterogen belum dapat diimbangi secara memadai oleh kapasitas dan kapabilitas TNI dan Polri, baik dari segi kesiapan operasi, profesionalitas, maupun tingkat kesejahteraan personil yang ada.

Keberlangsungan TNI dan Polri secara departemen/lembaga membutuhkan anggaran pembangunan yang cukup besar sesuai dengan visi dan misi serta tugas pokok dan fungsinya. Keterbatasan Rupiah Murni menyebabkan pemerintah dengan rendah diri tetapi tebal muka melirik bantuan luar negeri. Aturan main yang dibuat para badan atau negara donor inilah yang menjadi beban berkelanjutan. Terlebih hutang swasta yang jatuh tempo semakin memperpuruk kondisi ekonomi nasional.

Dari rancangan anggaran pembangunan dalam RAPBN 2004 yang dikeluarkan oleh Kantor Menteri Negera Perencanaan Pembangunan Nasional / Bappenas 5 Agustus 2003, bisa disimpulkan bahwa Departemen Pertahanan alokasi dananya 47,22% berupa PHLN, sedangkan Kepolisian Negara mendapat jatah anggaran pembangunan 47,15%nya berbentuk PHLN. Angka 47%an ini cukup besar dibanding 30,25% PHLN RAPBN 2004. Badan Intelijen Negara (BIN) boleh bangga karena anggaran pembangunannya 100% rupiah murni! Sektor Pertahanan dan Keamanan termasuk sektor yang mendapat alokasi anggaran yang relatif cukup besar dan mengalami peningkatan.

PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI
Namanya pinjaman, selain mengandung bunga komersial juga mengundang sekelompok risiko. Kendati disebut hibah jelas tak bersifat gratisan, justru menguntung kan si pemberi hibah. Mulai dari keterpaksaan memakai produk teknologi penghibah sampai malah memandaikan SDMnya sebagai konsultan internasional yang menggurui konsultan nasional, belum terhitung tenaga kerja yang merakit produk teknologinya. Di sisi lain, jangan heran kalau serdadu dan polisi galak-galak. Selain merasa dibebani hutang luar negeri kadar urusan dalam negeri cukup menyita energi. Belum lagi kalau ada pesanan khusus seiring pemanfaatan pinjaman/hibah luar negeri. Paling tidak setengah perjalanan hidup TNI/Polri sudah disiapmantapkan oleh pihak asing.

TEMA POKOK
Dalam tahun anggaran 2003 pemerintah sadar bahwa ketergantungan pada sumber pembiayaan dari luar negeri, yang pada gilirannya akan mengurangi kemandirian dalam melaksanakan pembangunan, sehingga tema pokok dalam Repeta 2003 adalah mengurangi ketergantungan. Celakanya dalam tahun anggaran 2004 pemerintah tidak mempunyai tema pokok. Lebih celaka, PHLN meningkat 10,7%` sedangkan pembiayaan pembangunan rupiah cukup meningkat 2,1% saja. Total anggaran pembangunan 2004 hanya meningkat 4,6% dibanding 2003.

     Tema pokok menjadi netral yaitu dengan terbatasnya anggaran pembangunan maka pencapaian sasaran program pembangunan dapat diupayakan dengan : (1) melakukan penajaman program-program pembangunan tahun 2004 melalui reprogramming dari program yang dilakukan tahun 2003; (2) menyusun kerangka kebijakan untuk merangsang peningkatan partisipasi masyarakat; (3) mendorong agar pemerintah daerah meningkatkan partisipasinya dalam menyediakan pendanaan bagi pelaksanaan program-program pembangunan, khususnya bagi sektor-sektor yang sudah menjadi tanggung jawab daerah.

CINTAKU MERAH PUTIH
Pemisahan peran TNI dan Polri serta netralitas TNI dan Polri dalam kehidupan politik diharapkan lebih mampu menjamin penyelenggaraan negara yang kian demokratis, dan dapat lebih memantapkan perhatian masing-masing lembaga kepada tugas pokok dan fungsinya. Netralitas lembaga TNI dan Polri terhadap dunia politik pada gilirannya sangat menentukan kualitas proses demokratisasi di Indonesia. Upaya pemantapan pembangunan bidang pertahanan dan keamanan memiliki kaitan yang penting dengan pembangunan demokrasi dan pemantapan persatuan dan kesatuan NKRI. TNI dan Polri yang masing-masing merupakan kekuatan inti pertahanan dan keamanan negara diharapkan makin mampu menempatkan dirinya secara lebih proporsional dalam mengawal berjalannya proses demokratisasi di Indonesia.

TNI dan Polri juga diharapkan untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya masing-masing, karena baik TNI maupun Polri memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengamankan wilayah NKRI dari berbagai potensi gangguan keamanan dan ancaman dari dalam maupun luar negeri. TNI sebagai institusi pertahanan negara, dengan segala keterbatasan kuantitas dan kualitas personil maupun alat utama sistem senjata (alutsista) serta dengan kondisi sebagai negara kepulauan harus mampu mempertahankan kedaulatan dan keutuhan NKRI. Sedangkan Polri sebagai salah satu lembaga penegak hukum yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat berupaya untuk mampu menegakkan supremasi hukum, serta memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dari berbagai tindakan berdimensi kekerasan serta mencegah eskalasi pertentangan atau permusuhan yang mengarah pada tindakan anarkhi.

BAHASA RAKYAT
Dwifungsi ABRI di era Orde Baru yang menyisakan berbagai benturan kepentingan bangsa dan negara semakin transparan. Adanya mantan anggota yang mendeklarasi -kan partai politik atau menjadi pengurus parpol pemenang pemilu 1999 menjadikan pergolakan dalam negeri semakin bias. Mencerna perkembangan ini, TNI dan Polri layak mengambil tindakan penyesuaian dalam konteks reposisi, redefinisi dan reaktualisasi. Aktualisasi profesionalisme dan soliditas TNI/Polri merupakan jawaban utama.

Daya tanggap aparat keamanan dalam mengambil kesimpulan atas berbagai tragedi berbasis ledakan bom, bisa ditarik benang merah adanya skenario racikan mancanegara. Banyak bukti-bukti yang ditayangkan yang tak bisa dibuktikan secara hukum. Banyak rekayasa fenomenal yang tak masuk akal. Norma hukum pertahanan dan keamanan memang tak mudah diterima mentah-mentah dalam bahasa rakyat, khususnya rakyat yang hanya makan rupiah. (hn)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar