Mulai Kapan Anak Berhak Memeluk Agamanya
Oleh : Herwin Nur
Pemeo bahwa yang
baik dan benar tidak akan jadi kabar, tidak akan disiarkan oleh media penyiaran
televisi, ada benarnya. Pasca perceraian pasangan suami isteri (pasutri), secara
individu dengan bangga tampil di layar kaca sebagai bintang tamu dalam acara,
atraksi maupun adegan yang mirip, berulang, tetapi waktu berbeda. Tanpa merasa
bersalah apalagi berdosa, saling membuka aib mantan pasangannya.
Ada baiknya kita mencermati
berita, walau satu agama, karena beda aliran, pasutri bercerai. Kondisi ini
mengajak kita melihat realita kehidupan dan nuansa agama Islam dalam keluarga. Bukan
jaminan jika bapak/ibunya haji, keluarganya menjadi islami, anaknya tinggal
menapak tilas. Pengaruh lingkungan disertai gaya hidup, gengsi dan gaul yang
dianut suatu keluarga, berdampak secara sistemik pada akidah anak keturunannya.
Anak yuridis mamupun anak biologis memang terjadi, tetapi anak ideologis, tidak
terjadi secara alami.
Kehidupan islami
dalam keluarga bisa mengalami pasang surut. Ibu rumah tangga atau wanita
karier, bukan alasan kadar keislaman anak tergerus. Anak yang nampak manis,
tidak bermasalah, atau menjadi anak mama, tiba-tiba tampil beda. Tertarik atau
terpengaruh aliran tertentu. Memang, anak dan remaja Islam, menjadi sasaran
utama aliran tertentu. Paling runyam jika ganti akidah, atau tampilannya nampak
islami namun jiwanya sudah mengalami alih nuansa.
Sesama saudara
kandung belum tentu tingkatan IQ-nya dalam kategori yang sama. Apakah ini
berarti bahwa kadar keislaman antar anak kandung bisa berbeda. Semua anaknya
hanya menyelesaikan atau berijazah SMA, bisa terjadi dalam pendidikan formal.
Bukan berarti orang tua memberikan pendidikan agama pada anaknya ada batas
formalnya. Bakat beragama menurun secara genetis, tinggal bagimana orang tua
mempunyai faktor ajar, panutan dan sikap keseharian dalam rumah tangga.
Bahasa Hukum
Hak memeluk agama
dan meyakini kepercayaan, tersurat dalam UUD RI 1945 (perubahan kedua), yaitu pada
Pasal 28E ayat (1) dan (2) :
Pasal 28E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan,
memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2)
Setiap orang berhak atas
kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan
hati nuraninya.
Makna “bebas memeluk agama” tidak sekedar mengikuti
bahasa hukum yaitu “tanpa
adanya paksaan dari siapapun juga”. Juga, bukan
berarti sesorang setelah cukup umur, berakal, dan mampu, baru berhak beragama. Tepatnya,
Islam karena keturunan, akibat geografis atau lingkungan domisili, seolah tidak
layak dipakai.
Mengacu UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya
pada :
Pasal 22
(1) Setiap orang bebas memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Negara menjamin kemerdekaan setiap orang
memeluk agamanya dan kepercayaannya itu.
Pasal 55
Setiap
anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, berekspresi sesuai
dengan tingkat intelektualitas dan usianya di bawah bimbingan orang tua dan
atau wali.
Ada kesan yuridis, jika seorang anak [anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan] setelah jadi “orang”, bebas memeluk agamanya
masing-masing.
.
Mengacu UU 23/2002 tentang
Perlindungan Anak, khususnya pada :
Pasal 42
(1) Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.
(2) Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak
mengikuti agama orang tuanya.
UU 23/2002 ditetapkan berdasarkan
a.l. UU 39/1999, bukan berarti ada benang merahnya lintas antar pasal.
Penjelasan UU 23/2002 untuk pasal 42 hanya untuk ayat (2) tersurat :
“Anak
dapat menentukan agama pilihannya apabila anak tersebut telah berakal dan
bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan
agama yang dipilihnya, dan ketentuan peraturan perundang-unangan yang berlaku.”
Penjelasan pasal 42 ayat (1)
tersurat “cukup
jelas”, bukan
berarti selama proses perjalanan waktu anak, terjadi proses pembiaran.
Pemerintah melihat proses beragamanya seseorang ditentukan oleh batasan
umur/usia.
Bahasa Hadits
Salah satu
hadits terkait tulisan ini adalah : “Setiap anak yang lahir dilahirkan di
atas fitrah hingga ia fasih (berbicara), maka kedua orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Hadits ini diriwayatkan oleh
al-Baihaqi dan ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabir.
Manusia
difitrahkan (memiliki sifat pembawaan sejak lahir) dengan kuat di atas Islam.
Akan tetapi, tentu harus ada pembelajaran Islam dengan perbuatan/tindakan. Siapa
yang Allah takdirkan termasuk golongan orang-orang yang berbahagia, niscaya
Allah akan menyiapkan untuknya orang yang akan mengajarinya jalan petunjuk
sehingga jadilah dia dipersiapkan untuk berbuat (kebaikan).
Sebaliknya,
siapa yang Allah ingin menghinakannya dan mencelakakannya, Allah menjadikan
sebab yang akan mengubahnya dari fitrahnya dan membengkokkan kelurusannya. Hal
ini sebagaimana keterangan yang ada dalam hadits tentang pengaruh yang
dilakukan kedua orang tua terhadap anaknya yang menjadikan si anak beragama
Yahudi, Nasrani, atau Majusi. (sumber :
http://asysyariah.com/anak-lahir-di-atas-fitrah/)
Saran
Indonesia sebagai
negara berdasarkan hukum, menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk
agamanya dan kepercayaannya. Mayoritas penduduk memeluk agama Islam, justru
tantangan umat Islam menjadi nyata dan terukur. Niat dan itikad pihak yang
berharap kolom agama dihapus dari E-KTP, sebagai tantangan formal.
Mencari calon pasangan hidup, faktor agama sebagai pilihan utama. Faktor
lainnya jangan dianaktirikan. Membentuk keluarga islami, menyiapkan keturunan yang
tidak sekedar sebagai penerus silsilah, tetapi sebagai generasi masa
depan dalam prespektif Islam. Menjadi cita-cita bersama, untuk menjadikan anak
sebagai investasi akhirat. Perjalanan hidup dan masa depan anak diwarnai oleh
akumulasi, gabungan maupun resultan dari emosi, karakter dan nilai religi ibu bapaknya.
Pendidikan agama tidak hanya sejak dalam kandungan, bahkan diawali sejak
seseorang mencari jodohnya. [HaeN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar