Senin, 24/01/2005
09:21
BERAT, MENJADI RAKYAT
BERMARTABAT
Di jalanan, sosok
rakyat yang mempunyai keahlian / keterampilan mengemudi angkutan umum, tanpa
peduli ngetem di bahu jalan. Bunyi klakson, raungan bajaj serta sumpah serapah
pemakai lalu lintas yang antri di belakangnya, tak mampu mengusik nuraninya
(utawa soal moral?). Kepentingan menjaring penumpang dan uber setoran menjadi
pilihan utama.
Di jalanan, motor
telah menjadi raja jalanan. Menjadi angkutan pribadi yang praktis dan berdaya
tampung melebihi kapasitasnya. Antar anak sekolah, berangkat kerja, angkut
barang dagangan sampai menjadi ojeg. Dalam kategori tertentu mereka jadi setan
jalanan.
Di jalanan, memang
banyak rakyat berkeliaran. Mengkais rejeki pagi. Mencari sesuap nasi. Mengelola
ekonomi sehari. Mereka hidup dari jalanan. Jalan menjadi ladang utama.
Menjalankan bisnis jalanan.
Di jalanan, ada hukum
yang berlaku. Aturan main tilang, tarif parkir, PKL, tukang palak, tukang
parkir, penjual koran di lampu merah, Pak Ogah yang berbagai pasalnya tidak
memihak rakyat. Ironis, dijalanan tergelar episode rakyat makan rakyat?.
Di jalanan, demokrasi
berjalan bebas berbasis manusia bebas, melahirkan free man. Preman. Banyak
kejadian di jalanan yang mengilhami penguasa negara. Celakanya banyak rakyat
yang pandai menghujat para pemimpin bangsa. Tetapi mereka tak pernah bercermin,
bagaimana caranya menjadi rakyat bermartabat.
Di jalanan, rakyat
berbaris. (hn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar