Selasa, 15/01/2008 06:51
DI BAWAH BENDERA
REFORMASI
Siklus lima tahunan,
siklus sepuluh tahunan KKN telah menjadi lagu wajib birokrasi, entah yang
sedang bertengger di eksekutif, yang keenakan nongkrong di legislatif maupun
yang lagi asyik nangkring di yudikatif. Di tingkat otonomi di daerah, walau
telah memakan korban, KKN tetap menjadi menu favorit dan pilihan utama. Benang
merah dari KKN versi Reformasi adalah jalur partai politik yang menggurita.
Liga daerah sampai liga nasional lima tahunan memang mempunyai daya pikat dan
daya tarik tersendiri.
Antara petualang,
pialang dan pejuang nyaris tanpa batas jelas. Pagi sekutu, malam jadi seteru.
Untuk urusan tertentu, terkait balas budi atau balas jasa beda warna bisa jadi
sekutu. Untuk urusan berbasis balas dendam, walau satu warna bisa jadi seteru.
Semua menjadi jelas, tatkala sang reformis mengincar kursi, dengan bahasa
terangnya ada pamrih. Padahal, kata orang bijak, reformis tugasnya hanya sampai
masa pancaroba.
Masa transisi antar
generasi tidak butuh waktu lama, walau sebelumnya tak ada pengkaderan.
Pergantian antar generasi memang bisa bak Bharatayudha, kalau masing-masing
pihak tidak merasa kalau kepercayaan adalah amanah. Yang kalah maupun yang
menang tidak legawa atau ikhlas menerima kenyataan. Artinya, yang menang
berupaya nantinya jangan sampai menjadi pihak yang kalah. Begitu juga yang
sedang menyandang kekalahan, akan berupaya untuk kembali menjadi pihak yang
menikmati kemenangan.
Secara politis,
tepatlah pepatah bahwa menang jadi arang, kalah jadi sampah. Akhirnya, untuk menjadi
politisi sipil hatus pandai-pandai, tidak sekedar pandai secara akademis.
Pandai membaca peluang, cerdas menempatkan diri, cerdik menyesuaikan diri,
pintar mencari pegangan. Kembali ke benang merah KKN, jiwa KKN merajut dua
kutub sekaligus yaitu kutub balas jasa utawa balas budi dengan kutub lainnya
yaitu balas dendam. Jangan heran bin takjub, ketika seorang politisi sipil
sedang mengemban amanah di birokrasi, peran ganda pun terpaksa dilakukan.
Gebrakan dan gerakan
sekitar upaya memuliakan parpol pengutusnya. Tragisnya, para politisi sipil
atau politikus tadi terkadang tidak menyerahkan urusan kepada ahlinya. Memang
pertimbangan politis telah dilakukan untuk menjaring, menyaring, memilih atau
memilah pejabat yang berkompeten. Jabatan birokratis tidak bisa dilihat dengan
kacamata politik, terlebih pada strata yang menangani substansi. Jika ada
pemaksaan kondisi, praktis institusi yang bersangkutan akan mengalami, mulai
dari jalan di tempat sampai kemungkinan jalan mundur.
Organisasinya
bukannya menjadi ramping dan kaya fungsi, mungkin malah mirip dinosaurus.
Organisasi dinosaurus, utawa model kang Dino, adalah yang mendadak banyak orang
menjadi kaya dan fungsinya beraliran minimalis. Pucuk pimpinan di kang Dino,
akan dibebani oleh tubuhnya yang besar. Para pembantu, baik pemikir maupun
operasional. yang seharusnya menjadi daya dorong atau motor organisasi malah
menjadi beban tak berkesudahan, menjadi bumerang atau penggerogotan dari dalam
secara sistematis. Reformasi harus ada batasan waktu, kalau berkelebihan akan
menjadi orde seperti Orde Lama maupun Orde Baru, yaitu Orde Reformasi yang
tidak streril dan netral, apalagi memihak rakyat (hn).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar