Halaman

Selasa, 15 Juli 2014

DI BAWAH BENDERA REFORMASI

Beranda » Berita » Opini
Selasa, 15/01/2008 06:51
DI BAWAH BENDERA REFORMASI

Siklus lima tahunan, siklus sepuluh tahunan KKN telah menjadi lagu wajib birokrasi, entah yang sedang bertengger di eksekutif, yang keenakan nongkrong di legislatif maupun yang lagi asyik nangkring di yudikatif. Di tingkat otonomi di daerah, walau telah memakan korban, KKN tetap menjadi menu favorit dan pilihan utama. Benang merah dari KKN versi Reformasi adalah jalur partai politik yang menggurita. Liga daerah sampai liga nasional lima tahunan memang mempunyai daya pikat dan daya tarik tersendiri.

Antara petualang, pialang dan pejuang nyaris tanpa batas jelas. Pagi sekutu, malam jadi seteru. Untuk urusan tertentu, terkait balas budi atau balas jasa beda warna bisa jadi sekutu. Untuk urusan berbasis balas dendam, walau satu warna bisa jadi seteru. Semua menjadi jelas, tatkala sang reformis mengincar kursi, dengan bahasa terangnya ada pamrih. Padahal, kata orang bijak, reformis tugasnya hanya sampai masa pancaroba.

Masa transisi antar generasi tidak butuh waktu lama, walau sebelumnya tak ada pengkaderan. Pergantian antar generasi memang bisa bak Bharatayudha, kalau masing-masing pihak tidak merasa kalau kepercayaan adalah amanah. Yang kalah maupun yang menang tidak legawa atau ikhlas menerima kenyataan. Artinya, yang menang berupaya nantinya jangan sampai menjadi pihak yang kalah. Begitu juga yang sedang menyandang kekalahan, akan berupaya untuk kembali menjadi pihak yang menikmati kemenangan.

Secara politis, tepatlah pepatah bahwa menang jadi arang, kalah jadi sampah. Akhirnya, untuk menjadi politisi sipil hatus pandai-pandai, tidak sekedar pandai secara akademis. Pandai membaca peluang, cerdas menempatkan diri, cerdik menyesuaikan diri, pintar mencari pegangan. Kembali ke benang merah KKN, jiwa KKN merajut dua kutub sekaligus yaitu kutub balas jasa utawa balas budi dengan kutub lainnya yaitu balas dendam. Jangan heran bin takjub, ketika seorang politisi sipil sedang mengemban amanah di birokrasi, peran ganda pun terpaksa dilakukan.

Gebrakan dan gerakan sekitar upaya memuliakan parpol pengutusnya. Tragisnya, para politisi sipil atau politikus tadi terkadang tidak menyerahkan urusan kepada ahlinya. Memang pertimbangan politis telah dilakukan untuk menjaring, menyaring, memilih atau memilah pejabat yang berkompeten. Jabatan birokratis tidak bisa dilihat dengan kacamata politik, terlebih pada strata yang menangani substansi. Jika ada pemaksaan kondisi, praktis institusi yang bersangkutan akan mengalami, mulai dari jalan di tempat sampai kemungkinan jalan mundur.

Organisasinya bukannya menjadi ramping dan kaya fungsi, mungkin malah mirip dinosaurus. Organisasi dinosaurus, utawa model kang Dino, adalah yang mendadak banyak orang menjadi kaya dan fungsinya beraliran minimalis. Pucuk pimpinan di kang Dino, akan dibebani oleh tubuhnya yang besar. Para pembantu, baik pemikir maupun operasional. yang seharusnya menjadi daya dorong atau motor organisasi malah menjadi beban tak berkesudahan, menjadi bumerang atau penggerogotan dari dalam secara sistematis. Reformasi harus ada batasan waktu, kalau berkelebihan akan menjadi orde seperti Orde Lama maupun Orde Baru, yaitu Orde Reformasi yang tidak streril dan netral, apalagi memihak rakyat (hn).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar